REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pembunuhan pengacara Muslim telah menjadi simbol krisis yang semakin dalam di Myanmar. Aung San Suu Kyi dirasa tidak bisa lagi mengelak, terlebih korban merupakan anggota partai yang ia pimpin sendiri National League for Democracy (NLD).
Dilansir dari The Nation, Jumat (3/2), penembakan yang terjadi di luar Bandara Yangon itu membuktikan lonjakan sentimen anti-Muslim di Myanmar. Pasalnya, sejak krisis Rohingya muncul ke permukaan, Myanmar terus saja mengelak atas situasi yang terjadi.
Dunia telah menunjukkan rasa kekecewaan ke Aung San Suu Kyi, atas minimnya usaha menciptakan perdamaian di Rakhine. Pembunuhan terhadap Ko Ni, pengacara Muslim terkemuka Myanmar, dirasa tidak tepat lagi membuatnya mengelak akan penindasan dan sentimen yang ada.
Tentu, perlu digarisbawahi jika Suu Kyi dan NLD yang menang telak dalam pemilihan November 2015, tidak lagi menjadi ikon demokrasi. Setelah pembunuhan, segmen minoritas Muslim tentu hilang dari NLD, dan akan jadi babak lanjutan dari tragedi Rohingya.
Suu Kyi tentu akan menghadapi kecaman internasional lagi, atas kegagalannya mengatasi penindasan terhadap Muslim di Myanmar. Terlebih, persoalan ribuan Muslim Rohingya yang terpaksa melarikan diri, belum pula bisa diselesaikan Suu Kyi, Sang Peraih Nobel Perdamaian.