REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Donald Trump menambah sanksi untuk Iran pada Jumat (3/2). Menurutnya ini hanya langkah awal dari serangkaian rencana untuk merespons segala aksi yang disebut pemerintahan Trump sebagai permusuhan.
Sanksi pada Jumat menyasar 25 individu dan lembaga. Mereka dilarang mengakses sistem finansial dan berurusan dengan perusahaan AS. Selain itu, pihak asing yang berurusan dengan penerima sanksi terancam masuk daftar hitam.
Pemerintahan Trump mengindikasikan posisi yang lebih keras terhadap Iran dibanding pemerintahan Barack Obama. "Pemerintahan Trump tidak akan lagi menolelir provokasi Iran yang mengancam kepentingan AS," kata Penasihat Keamanan Nasional, Michael Flynn.
Ia juga mengklaim hari penerapan sanksi adalah hari terakhir AS menutup mata atas aksi permusuhan Iran. Aksi yang dimaksud adalah berbagai pengembangan program rudal balistik. Selain itu, pemerintahan Trump menilai Iran terus melibatkan diri di segala konflik proxy di wilayah.
Gedung Putih mengatakan sanksi-sanksi terbaru adalah reaksi atas kejadian-kejadian sebelumnya. Sebagai tambahan, kesepakatan nuklir Iran tidak lagi jadi prioritas. Juru bicara Gedung Putih Sean Spicer mengatakan perjanjian itu hanya manis untuk Iran.
Sebagai balasan, Iran mengecam sanksi terbaru AS dan menyebutnya ilegal. Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan akan membalas dengan menerapkan larangan legal terhadap beberapa individu dan lembaga AS yang membantu kelompok teroris di wilayah.
Kantor berita Iran, Fars mengutip pernyataan Kemenlu Iran yang menyebut program rudal telah sesuai hukum yang berlaku. "Program adalah hak yang tidak terbantahkan bagi setiap negara di bawah hukum internasional da PBB. Setiap intervensi asinglah yang melanggar hukum internasional," katanya.
Spicer mengatakan program rudal Iran memang tidak melanggar perjanjian nuklir. "Ini adalah pelanggaran tak langsung," kata dia dalam wawancara dengan MSNBC.
Mantan penasihat senior untuk Direktur Kantor Departemen Bendahara Aset Asing AS, Adam Smith mengatakan target sanksi sebenarnya masih halus. "Mungkin daftar ini sudah disiapkan saat pemerintahan Obama, dan dilancarkan saat Trump menjabat," kata dia.
Sebuah lembaga yang masuk daftar sanksi adalah Garda Revolusioner yang terlibat dalam kesepakatan nuklir Iran-AS pada 2015. Lembaga elite militer ini kuat di politik dan ekonomi Iran. Mereka juga terlibat dalam program rudal balistik.
Smith menambahkan, target yang lebih serius mungkin akan keluar di pengumuman sanksi selanjutnya. Menurutnya, sanksi ini pun lebih bersifat simbolis. Pasalnya, tidak banyak individu Iran yang punya aset di AS. Perusahaan AS juga jarang berbisnis dengan Iran.