REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Seorang pengungsi Iran yang melarikan diri dari Pulau Manus ke Fiji untuk mencari suaka telah dideportasi kembali ke Papua Nugini. Loghman Sawari (21 tahun) ditahan oleh polisi saat bepergian dengan pengacaranya untuk bertemu dengan pejabat imigrasi di Suva.
Pengacara Loghman, Aman Ravindra-Singh mengatakan enam petugas polisi menangkap kliennya. "Dalam cara yang sangat tak sopan, [mereka] memerintahkan ia keluar. Saya mencoba untuk menenangkan situasi, tetapi mereka tak menghiraukannya," kata sang pengacara.
Ia menambahkan, "Polisi, seperti biasanya mereka berperilaku layaknya preman di Fiji, memperburuk situasi ada banyak teriakan."
Aman Ravindra-Singh mengatakan, mereka sedang dalam perjalanan untuk menghadiri pertemuan, yang sudah direncanakan sebelumnya, dengan direktur imigrasi Fiji imigrasi saat penangkapan terjadi. Ia mengatakan, polisi menyerahkan kliennya ke pihak imigrasi.
"Saya berkata kepadanya [petugas imigrasi], bahwa saya bertemu dengan direktur imigrasi, [dan] jelas ada beberapa kesalahpahaman," kata Aman.
"Ia lalu menjawab, 'Saya tak tahu direkturnya, saya tak tahu siapa dia',” imbuhnya.
Aman lantas menyambung, "Sebelum saya bisa berkata-kata lagi, pintu ditutup dan kendaraan melaju menuju bandara."
Loghman mengatakan, ia telah dipukuli dan diintimidasi saat berada di Papua Nugini dan khawatir akan dikirim ke Amerika Serikat jika Presiden Donald Trump menyetujui kesepakatan pengungsi dengan Australia. Loghman telah menghabiskan tiga tahun di Pulau Manus dan selalu kritis tentang perlakuan Australia terhadap para pencari suaka dan pengungsi.
Fiji bela deportasi
Jaksa Agung Fiji mengatakan, Loghman Sawari dideportasi karena ia telah memasuki Fiji dengan paspor palsu Papua Nugini dan gagal untuk mengajukan permohonan suaka meskipun telah berada di negara itu selama sepuluh hari.
Dalam sebuah pernyataan, Aiyaz Sayed-Khaiyum mengatakan, Lembaga PBB yang mengurusi masalah pengungsi (UNHCR) telah memberi tahu Fiji bahwa Loghman Sawari tak diakui sebagai pengungsi di bawah mandat mereka, hanya oleh Papua Nugini di bawah prosedur nasional mereka sendiri.
Aiyaz Sayed-Khaiyum mengatakan, Fiji hanya mengembalikan Loghma Sawari ke tempat kediamannya yang layak. Ia mengatakan, Loghman Sawari menghindari pihak berwenang selama 10 harinya di Fiji sementara mengunggah foto-foto dirinya di media sosial dari berbagai lokasi.
Ia menjelaskan, pengacara Loghman gagal memfasilitasi pengajuan yang cepat seperti yang disyaratkan di bawah konvensi internasional mengenai aplikasi untuk status pengungsi. UNHCR mengatakan, pihaknya telah meminta jaminan dari Pemerintah Fiji pekan ini bahwa Loghman Sawari akan bisa memiliki akses ke prosedur suaka di negara itu.
"UNHCR sangat menyayangkan bahwa intervensi untuk mencegah pemulangan paksa Loghman Sawari tidak berhasil, dan sangat peduli atas kesejahteraannya," kata lembaga ini dalam sebuah pernyataan.
David Manne, Direktur Eksekutif ‘Refugee Legal’ di Melbourne, mengatakan bahwa Fiji tampaknya "terang-terangan melanggar" kewajibannya berdasarkan konvensi pengungsi PBB, dengan mendeportasi Loghman Sawari tanpa mendengar klaim suakanya.
"Kewajiban utama Fiji sebagai penandatangan konvensi itu adalah untuk memastikan bahwa mereka tak mengusir orang yang mencari perlindungan ke tempat di mana mereka mungkin menghadapi bahaya lebih lanjut," utaranya, seraya menambahkan bahwa ada kekhawatiran Loghman Sawari bisa menghadapi penalti hukum karena ia pergi dengan paspor palsu.
"Sangat tak jelas apakah ia akan menghadapi hukuman karena caranya pergi," imbuhnya.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 19:12 WIB 03/02/2017 oleh Nurina Savitri.