REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mabes Polri turut menanggapi kegiatan Polda Jawa Timur yang mendata para ulama dan ulama. Pasalnya, tindakan kepolisian tersebut dinilai seperti kisah zaman PKI puluhan tahun silam.
Kadiv Jumas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar menegaskan bahwa pendataan tersebut tidak ada kaitannya dengan paham komunis. Menurut dia, paham komunis sudah tidak ada lagi di Indonesia dan itu sudah dilarang keras.
“Komunitas itu tidak ada lagi di negara kita ya, paham komunis apalagi partai PKI itu sampai hari ini adalah hal yang dilarang, baik itu kegiatan partai kegiatan penyebaran ajaran-ajarannya, itu masih tegas dinyatakan sebagai yang dilarang di Republik Indonesia,” ujar Boy saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (4/2).
Menurut Boy, pendataan yang dilakukan Polda Jatim tersebut dilakukan hanya untuk mengundang ulama-ulama saat perayaan hari besar Islam.
“Karena pak Kapolda ini ingin mengundang ulama-ulama yang tersebar di berbagai kabupaten,” kata Boy.
Seperti diketahui, sebelumnya polisi telah melakukan pendataan kiai dan ulama di Jawa Timur. Pendataan tersebut dilakukan atas dasar surat telegram yang ditandangani oleh Karo SDM Polda Jatim, Kombes Wibowo. Surat telegram tersebut tercatat bernomor ST/209/I 2017/RO SDM tertanggal 30 Januari 2017.
Namun, kegiatan tersebut kemudian dikeluhkan oleh sepupu Gus Sholah, Kiai Mohammad Irfan Yusuf yang menyampaikan melalui akun facebooknya. Dalam akun Facebooknya tersebut disampaikan bahwa pendataan ulama tersebut membuat dirinya teringat dengan zaman PKI.