REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dalam khazanah keilmuan fikih ibadah, Kitab Umdatul Ahkam karya Imam Abdul Ghani al Maqdisi kerap menjadi salah satu kitab rujukan utama. Kitab ini berisi hadis-hadis sahih yang berisi tentang permasalahan-permasalahan fikih. Kitab ini pun disusun secara sistematis, mulai dari bab niat, bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, dan warisan.
Penjelasan soal isi kitab ini pun menjadi bahan kajian rutin Masjid Nurul Amal yang bertempat di Jalan AUP Raya No 1A, RT03/06, Kompleks Bank Indonesia (BI), Pasar Minggu, Jakarta Selatan, awal pekan ini. Pada pekan ini, pemateri dalam kajian rutin tersebut adalah Ustaz Abu Yahya Badrusallam.
Dalam penjelasan kali ini, Ustaz Badrusallam melanjutkan pembahasan mengenai hadis-hadis yang ada di Kitab Umdatul Ahkam, terutama dari bab taharah (bersuci). Hadis kedua di Kitab Umadatul Ahkam berisi tentang shalat yang tidak akan diterima Allah. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ''Allah tidak akan menerima shalat salah satu di antara kalian apabila ia dalam keadaan berhadas, hingga kalian berwudhu.'' (HR Bukhari, No135, 6954).
Dari hadis ini, kata Ustaz Badrusallam, pengertian tidak diterima oleh Allah artinya tidak sah apabila orang tersebut berhadas. Syarat tidak diterimanya shalat apabila dia berhadas. Pemahaman sebaliknya, tutur Ustaz Badrusallam, adalah apabila dia tidak berhadas, maka akan diterima. ''Sehingga, dari sini dapat diambil faedah, bersuci itu merupakan syarat sah shalat. Maka, selama dia belum berwudhu, tidak sah shalatnya,'' ujar dia.
Dalam fikih, hadas terbagi menjadi dua. Hadas kecil dan hadas besar. Hadas kecil seperti buang air besar dan kecil dan keluar angin dari dubur, menyebabkan seseorang wajib berwudhu. Sementara, hadas besar, seperti haid, junub, dan nifas, mewajibkan seseorang untuk mandi. Selain itu, faedah yang dapat diambil dari hadis tersebut adalah jika seseorang sudah berwudhu untuk shalat, kemudian datang waktu shalat berikutnya dan dia tetap berada dalam keadaan suci maka tidak wajib baginya untuk wudhu lagi.
Namun, Ustaz Badrusallam mengingatkan, wudhu di sini adalah wudhu yang sudah terpenuhi semua rukun-rukunnya. Semua anggota badan yang diwajibkan terkena wudhu, tutur Ustaz Badrusallam, harus terkena air wudhu. Wudhu ini harus sempurna dan sesuai dengan rukun wudhu yang ada. ''Jadi, hati-hati jangan sampai kita shalat dalam keadaan tidak berwudhu,'' katanya.
Kemudian, Ustaz Badrusallam pun melanjutkan penjelasan dengan membacakan hadis ketiga dari Kitab Umdatul Ahkam. Dari Abdullah bin Amr Al Ash dan Abu Hurairah dan Aisyah, Rasulullah SAW bersabda, ''Celakalah tumit-tumit dari api neraka.'' (HR Bukhari No 60 dan Muslim No 241). Selain itu, hadis serupa juga diriwayatkan oleh Muslim.
Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash berkata, ''Kami pernah kembali bersama Rasulullah SAW dari Makkah menuju Madinah. Hingga sampai di air di tengah jalan, sebagian orang tergesa-gesa untuk shalat Ashar, lalu mereka berwudhu dalam keadaan terburu-buru. Kami pun sampai pada mereka dan melihat air tidak menyentuh tumit mereka. Rasulullah SAW bersabda, 'Celakalah tumit-tumit dari api neraka. Sempurnakanlah wudhu kalian,''' (HR Muslim No 241).
Dari hadis ini, tutur Ustaz Badrusallam, dapat diambil faedah, umat Muslim wajib bersungguh-sungguh mencuci anggota wudhu. Jangan sampai anggota wudhu tidak terkena air wudhu. ''Maka dari itu, kalau ada, misalnya, anggota wudhu kita tertutup cat. Maka, kata para ulama, cat itu wajib dihilangkan,'' kata dia.
Selain itu, dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW juga memberikan peringatan anggota wudhu yang tidak terkena air wudhu maka akan mendapatkan balasan azab dan siksa neraka. Dari hadis ini juga menunjukkan adanya kewajiban untuk membasuh kaki secara keseluruhan hingga tumit pada saat berwudhu.
Ustaz Badrusallam menambahkan, faedah yang diambil dari hadis ini adalah seorang alim tidak diperkenankan membiarkan muridnya melakukan kesalahan. Dalam hal ini, Rasulullah SAW langsung menegur para sahabat saat melakukan kesalahan dan tidak menyempurnakan wudhu mereka.
Pembahasan Kitab Umdatul Ahkam ini memang tidak digelar dalam sekali kajian, melainkan terus digelar secara rutin setiap bulan, tepatnya pada Rabu pertama tiap bulan. Selain itu, kajian ini juga terbuka untuk umum dan tidak perlu mendaftar ataupun registrasi peserta terlebih dahulu. Kajian ini pun merupakan bentuk kerja sama antara Majelis Taklim As Sunnah Indonesia dengan DKM Masjid Nurul Amal.
Akbar, warga Tanjung Barat, Jakarta Selatan, mengaku baru kali ini menghadiri kajian tersebut. Menurutnya, penting bagi Muslim untuk bisa mengerti dan paham soal hukum-hukum, terutama yang mengatur ibadah. ''Alhamdulillah, tadi dapat beberapa ilmu baru soal hal-hal yang membatalkan wudhu dan kewajiban bagi kita untuk menyempurnakan wudhu,'' katanya kepada Republika di akhir kajian tersebut.