Senin 06 Feb 2017 16:12 WIB

Kasus Trafficking di Indramayu Ibarat Fenomena Gunung Es

Rep: Lilis Handayani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Human Trafficking (ilustrasi).
Foto: baltyra.com
Human Trafficking (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kasus trafficking di Kabupaten Indramayu ibarat fenomena gunung es. Untuk penanganannya, dibutuhkan kerja sama dan peran serta lintas sektor.

 

Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Indramayu, Sri Sunarti, menyebutkan, jumlah kasus trafficking di Kabupaten Indramayu yang tercatat sejak 2010 hingga Juni 2016 mencapai 59 kasus.

 

Dari 59 kasus itu, sebanyak enam kasus terjadi pada 2010, sembilan kasus pada 2011, 11 kasus pada 2012, 18 kasus pada 2013, tiga kasus pada 2014, delapan kasus pada 2015 dan empat kasus sepanjang Januari–Juni 2016. Sedangkan data Juni – Desember 2016, masih dalam proses.

 

‘’(Tapi) banyak kasus trafficking yang tidak terlaporkan, jadi seperti fenomena gunung es,’’ ujar Sri, didampingi Kasi Perlindungan Hak Perempuan, Ade Suharnani, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (6/2).

 

Sri mengungkapkan, banyak di antara korban yang merasa malu untuk melaporkan kasus itu. Akibatnya, kasus tersebut menjadi tidak terungkap.

 

Selain itu, adapula korban yang memang sengaja tidak melapor karena bisa menerima kasus trafiking yang menimpa dirinya sendiri. Hal itu biasanya dikarenakan si korban terpengaruh dan telah menikmati gaya hidup yang dijalaninya.

 

Sri menjelaskan, kasus trafiking terjadi karena berbagai faktor, seperti ekonomi, pendidikan dan tuntutan gaya hidup, yang saling berkaitan. Namun, penyebab yang paling dominan adalah karena faktor ekonomi yang lemah. ‘’Calo menjanjikan gaji tinggi kepada korban sehingga korban tergiur dan bersedia mengikuti ajakan calo untuk bekerja,’’ terang Sri.

 

Korban dalam kasus trafiking di Kabupaten Indramayu itu berumur kurang dari 18 tahun. Mereka menjadi korban trafiking, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Banyak di antara para korban itu yang dijadikan sebagai pekerja seks komersil (PSK).

 

Dari kasus trafiking yang telah terungkap tersebut, ada sejumlah korban yang diketahui mengidap HIV/AIDS. Mereka pun berusaha menutupi penyakit tersebut karena merasa malu.

 

Dalam penanganan terhadap para korban maupun upaya pencegahan kasus trafficking, terang Sri, pihaknya bekerja sama dengan berbagai instansi. Bahkan, Pemprov Jabar pun memberikan pelatihan keterampilan kepada para korban agar mereka bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. ‘’Untuk korban yang mengalami trauma, kami beri pendampingan oleh psikolog,’’ terang Sri.

 

Namun, ada juga korban yang sudah diselamatkan dan diberi pelatihan keterampilan, malah kembali menjalani profesi (sebagai PSK) yang telah dijalaninya. Hal itu dikarenakan korban sudah menikmati gaya hidup yang dijalaninya.

 

Terpisah, Kabid Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Indramayu, Tetty Suparti, untuk menangani para korban trafficking, pihaknya berupaya melakukan pendampingan. ‘’Kami juga mengembalikan korban kepada keluarganya,’’ ujar Tetty.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement