Senin 06 Feb 2017 16:29 WIB

Soal Sertifikasi Khatib, PCNU Solo: Ini Lucu

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ilham
Khatib tengah berceramah di hadapan jamaah (ilustrasi).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Khatib tengah berceramah di hadapan jamaah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Solo menolak sertifikasi terhadap dai dan khatib Shalat Jumat. Wacana sertifikasi terhadap khatib dikemukakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menyusul adanya tudingan khutbah mengandung ejekan-ejekan terhadap kelompok lain serta provokasi hingga dikhawatirkan memecah belah persatuan dan kesatuan.

"Sikap PCNU Solo sangat tidak setuju sekali. Sekarang ini era kebabasan, masyarakat kalau menemukan ada paham-paham mengarah pada disintegrasi kan sudah kelihatan, semua sudah bisa menggunakan medsos, memberikan informasi kepada aparat apabila ada di suatu masjid hal-hal yang mengarah pada disintegrasi bangsa," kata Ketua PCNU Solo, Helmy Akhmad Sakdilah pada Senin (6/2).

Dia berpendapat, sertifikasi dai dan khatib akan memunculkan masalah-masalah dalam pelaksanaanya. Dai atau ualama tak dapat mengisi khutbah atau pengajian di suatu tempat hanya karena belum dilakukan sertifikasi.  

"Misalnya kiai NU sudah ditunggu masyarakat ngisi khutbah, pengajian. Sampai di tempat ternyata belum tersertifikasi, ini kan lucu. Nanti pendeta juga gitu? enggak ada sertifikasinya nggak jadi diundangnya?" kata Helmy.

Menurut dia, Kemenag juga perlu merumuskan pembentukan tim penguji, dan kriteria-kriteria untuk kelayakan seorang khatib. Di lain sisi, aktivis dakwah di Indonesia mempunyai keragaman dan kelasnya masing-masing.  "Terus apa nanti ada sertifikasi dai lokal, nasional, internasional begitu? siapa yang mau mengujinya? memang ada dai yang bersertifikasi Lc, Doktor, lulusan luar negeri, tapi kiai NU banyak lulusan pondok pesantren, nglotok (hafal) tafsir, kitabnya, hafal Alquran. Siapa yang mau ngujinya? terus mereka tidak boleh ngisi khutbah, begitu? kan lucu," katanya.

Dia meminta pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama meninjau kembali rencana sertifikasi terhadap khatib. Menurutnya, untuk mengntisipasi hal-hal seperti provokasi dalam pelaksanaan ceramah keagamaan, pemerintah cukup melakukan pengawasan. Dilain sisi, kata dia, masyarakat dapat memberikan laporan kepada aparat ataupun organisasi pengurus masjid, jika mendapati khutbah-khutbah yang berisi ejekan-ejekan atau provokasi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement