REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Bupati Bandung Dadang M Naser secara tegas menolak dan tidak akan mengembalikan minuman keras (miras) yang disita oleh Satpol PP dari penjual di Kecamatan Ciwidey. Sebab peredaran miras meresahkan masyarakat dan harus diberantas.
Hal ini terkait dengan keputusan Pengadilan Negeri Bale Bandung, Putusan Hakim nomor: 03/Pid.C/2017/PN.Blb tanggal 3 Februari 2017 tentang sejumlah miras yang harus dikembalikan karena memiliki izin.
“Tak ada tawar-menawar untuk beredarnya miras di Kabupaten Bandung. Miras yang telah disita harus dimusnahkan seluruhnya,” ungkapnya, Selasa (7/2).
Menurutnya, surat izin yang dikeluarkan kepada terdakwa, hanya untuk toko obat dan kelontong, bukan untuk menjual miras. Dari kondisi di lapangan, miras yang disita sudah melampaui batas berizin, untuk miras kategori A yakni 1% sampai 5%.
“Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Bandung nomor 9 tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peratuan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 tahun 2004 tentang pelarangan peredarandan penggunaan minuman beralkohol, terdakwa jelas melanggarnya dengan menjual miras tak berizin dengan menjual miras kategori A, B dan C,” ungkapnya.
Sebanyak 11.002 botol minuman keras (miras) berbagai merek sebelumnya diamankan dan disita dari satu gudang dan dua toko di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Namun disisi lain, Pengadilan Negeri Bale Bandung memutuskan miras tersebut harus dikembalikan kepada penjual.
Kepala Satpol PP, Kabupaten Bandung, Usman Sayogi mengungkapkan pihaknya mengamankan miras tersebut pada 31 Januari kemarin. Dimana, informasi awal berasal dari masyarakat yang mendesak agar diamankan.
"Miras yang disita ini terdiri dari golongan A sampai C dan mengandung alkohol antara 0 sampai 40 persen atau lebih," ujarnya kepada wartawan.
Dirinya mengaku keberatan jika sitaan tersebut harus dikembalikan sebab dikhawatirkan masyarakat akan beranggapan Satpol PP bermain mata dengan penjual. Selain itu, hal tersebut bertentangan dan melanggar dengan Perda Kabupaten Bandung Nomor 9 Tahun 2010.