REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pidato politiknya dalam acara dies natalis Partai Demokrat Ketua Umum DPP Pusat Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung persoalan media sosial. Ia mengatakan saat ini jika ada orang yang pernyataannya dinilai tidak menyenangkan penguasa atau kolega penguasa, langsung dihajar oleh kelompok yang tidak terlihat tersebut.
"Saya adalah salah satu korban dari the invisible group yang bekerja bagaikan mesin penghancur itu. Kata-kata yang digunakan pun tak kuasa untuk saya utarakan, karena bisa merusak jiwa yang mendengarnya, apalagi anak-anak kita," kata SBY, Selasa (7/2).
Nilai-nilai luhur tentang kesantunan, tata krama dan etika di media sosial, kata SBY, tinggal kenangan. Banyak pihak yang sebenarnya tidak bersalah pun ikut menjadi korban. "Kita sedih, karena media sosial yang seharusnya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, sering didominasi oleh kalangan yang kurang beradab, uncivilized," katanya.
Karena itu ia mendukung penuh langkah-langkah Presiden Joko Widodo dan pemerintahan, untuk mengatur dan menertibkan penyimpangan di media sosial ini. Namun catatan, penertibannya dapat dipertanggungjawabkan secara konstitusional dan dilaksanakan secara adil.
"Jangan tebang pilih dan jangan kelewat batas," tambahnya.
Ia mengingatkan, ada 3 hal penting yang berkaitan dengan hak hukum warga negara. Pertama, setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum. Kedua, setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan dan martabatnya. Dan yang ketiga, setiap orang berhak bebas dan mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.
"Demikian esensi dari konstitusi kita. Equality before the law," kata SBY.