Rabu 08 Feb 2017 09:27 WIB

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 15 Segera Diluncurkan, Ini Isinya

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Paket Ekonomi (ilustrasi)
Paket Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan konsep paket kebijakan jilid 15 sudah selesai dirumuskan. Namun, disatu sisi dirinya mengaku masih perlu perbaikan dalam penataan bahasa.

Darmin menjelaskan, nantinya paket kebijakan jilid 15 ini bisa segera dilansir apabila dalam penataan sudah selesai. "Paket kebijakan 15. Sudah selesai pembahasannya. Tapi penjelasannya masih abstrak. Nanti kalian nanya deh. Nanti ya aku betulkan lagi ya," ujar Darmin, Selasa (7/2) malam.

Darmin mengatakan, nantinya Paket Kebijakan Ekonomi jilid 15 ini akan memuat hal yang mengatur percepatan pembangunan dalam sektor logistik dan pelaksanaan Indonesia Singel Window. Ia mengatakan pemerintah akan membereskan soal arus barang dan arus prosedur di pelabuhan di mana dwelling time adalah salah satu bagiannya. 

Apalagi, Darmin memandang bahwa selepas berjalannya paket kebijakan ekonomi justru ada beberapa kementerian/lembaga yang mengeluarkan kebijakan yang cenderung berlawanan dengan tujuan PKE.

Artinya, bila sebelumnya PKE diterbitkan untuk memudahkan usaha, kementerian/lembaga justru menambah jumlah larangan terbatas yang mempersulit ekspor atau impor. Data Indonesia National Single Window (INSW), paket kebijakan ekonomi sempat menekan jumlah larangan terbatas dari 51 persen menjadi 31 persen.

Namun, jumlah larangan terbatas kembali melonjak hingga 48 persen per akhir tahun 2016 lalu. "Jadi sebetulnya, kalau paket berikutnya mengenai logistik itu memang kami tunda. Karena menurut saya penyajiannya belum informatif," ujar Darmin. 

Selain itu, satuan tugas (Satgas) percepatan PKE juga membeberkan kajian tentang industri apa saja yang akan berdampak besar dalam penurunan tingkat kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Industri, terutama industri padat karya, telah secara signifikan menurunkan tingkat kemiskinan dari 60 persen pada tahun 1970 menjadi 11,3 persen pada tahun 1996.

Sedangkan data terbaru, angka kemiskinan per September 2016 mencapai 10,7 persen. "Industri yang akan didorong dan terus dikaji dalam berbagai focus group discussion (FGD) di antaranya adalah sektor manufaktur, industri dasar, farmasi dan pariwisata," ujar Darmin.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement