Rabu 08 Feb 2017 16:43 WIB

Presiden dan Mendagri Langgar UU Jika Aktifkan Ahok Jadi Gubernur

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Terdakwa kasus dugaan penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus dugaan penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis mempertanyakan alasan Mendagri Tjahjo Kumolo yang menyebutkan penonaktifan Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan menunggu pembacaan penuntutan oleh JPU. Dia menilai hal itu sangat mengada-ada.

Margarito meminta dengan segala hormat kepada Mendagri dan Presiden Joko Widodo jangan melanggar UU dengan mengaktifkan kembali Ahok sebagai gubernur DKI. Dia mengatakan, pemerintah harus membaca betul pasal 83 ayat 1 dan 2 bahwa dalam ilmu hukum kata 'tuntutan' itu dua hal yang berbeda.

"Yang menjadi dasar UU Nomor 23 pasal 83 ayat 1 itu bukan hukuman yang dituntutkan, yang dicantumkan dalam tuntutan JPU. Tetapi orang itu didakwa sudah di persidangan, dengan dakwaan perbuatan apa dan ancaman pidananya berapa," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (7/2).

Jadi bukan yang dituntut oleh JPU sesuai pemaknaan Mendagri tersebut. Dia mengatakan, Mendagri harus mengerti dalam ilmu hukum, kata ancaman pidana itu menunjuk pada pasal yang ada dalam hukum. Bukan hukuman yang dituntutkan dalam tuntutan JPU.

(Baca Juga: Cuti Habis Ahok Jadi Gubernur DKI Lagi? Pengamat: Jangan Mengada-ada)

Margarito menegaskan, kalau Mendagri masih juga memaksakan logika hukumnya seperti itu maka akan sungguh memalukan. Ia pun bertanya siapa yang memberi masukan ke Mendagri soal logika hukum seperti itu.   

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 83 ayat 1 berbunyi "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Pada ayat 2 berbunyi, "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement