REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladmir Putin menandatangani undang-undang baru yang mendekriminalisasi atau menghapus suatu perbuatan yang mulanya dianggap tindak pidana sebagai perbuatan biasa. Aturan ini ditetapkan untuk kasus-kasus yang terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga.
Suatu tindakan yang dianggap tidak menimbulkan sesuatu serius, seperti luka berat nantinya tak dianggap sebagai tindak kriminal. Tujuan undang-undang untuk dekriminalisasi beberapa hal dalam kekerasan dalam rumah tangga ini disebut agar hak-hak orang tua yang ingin mendisplinkan anak mereka terlindungi.
Meski demikian, banyak perempuan di Rusia yang mengecam langkah Putin. Tak sedikit yang khawatir kasus kekerasan dalam rumah tangga dapat meningkat seiring dengan dikategorikannya beberapa tindakan semacam itu menjadi perbuatan tidak melawan hukum.
"Undang-undang itu hanya akan membuat adanya seorang pemimpin tirani di setiap rumah tangga dan mencegah korban melaporkan tindak kekerasan yang mereka alami," ujar pernyataan dari kampanye hak-hak perempuan di Rusia, dilansir Standard, Rabu (8/2).
Dalam sebuah laporan PBB, tercatat 14 ribu perempuan di Rusia tewas akibat kekerasan dari suami atau kerabat laki-laki mereka. Namun, parlemen negara itu mengesahkan undang-undang yang sebagian besar mencabut kategori tindak pidana dalam kekerasan rumah tangga pada Januari lalu.
Dengan disahkannya undang-undang itu oleh Putin, maka mereka yang tidak menyebabkan korban terluka hingga mengalami patah tulang terhindar dari hukuman penjara maksimal dua tahun. Pelaku disebut hanya akan menghadapi hukuman denda atau 15 hari di penjara jika dilakukan tidak lebih dari sekali dalam satu tahun.