REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan dua kali tidak hadirnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E). Berdasarkan jadwal pemeriksaan KPK, Yasonna hari ini dijadwalkan kembali dipanggil sebagai saksi kasus KTP-E.
"Hari ini panggilan kedua diagendakan untuk tersangka Sugiharto yang bersangkutan tidak hadir karena tidak di Jakarta. Pada panggilan pertama yang bersangkutan tidak hadir karena baru menerima surat panggilan 'H-1'," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/2).
Febri menyatakan bahwa direncanakan penyidik KPK akan mengkonfirmasi informasi-informasi yang ada terkait aliran dana KTP-E dari Yasonna Laoly sebagai saksi. "Ketidakhadiran sampai dua kali tentu saja buat yang bersangkutan kehilangan kesempatan untuk menjelaskan fakta-fakta atau informasi yang diketahuinya ketika masih menjadi anggota Komisi II DPR RI," ucap Febri.
Sebelumnya, dalam pemanggilan pertama oleh KPK pada Jumat (3/2) mantan anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut, juga berhalangan hadir. "Oh saya minta ditunda karena kemarin baru terima suratnya dan saya hari ini juga ada rapat terbatas di Istana Negara," kata Yasonna di gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (3/2).
Soal pemeriksaan itu, Yasonna mengatakan kemungkinan terkait keputusan soal pembahasan KTP-E saat dirinya menjadi anggota Komisi II DPR RI. "Ini kan mungkin bagaimana keputusan di DPR waktu itu, saya kan anggota Komisi II. Mungkin saja proses penetapan kebijakan seperti apa, mengapa harus namanya KTP-E, mengapa harus memakai satu sistem yang nomor induk ini, mengapa harus anggarannya sebesar itu. Karena itu keputusannya di Komisi II," ucap Yasonna.
Menurut Febri, KPK sudah memanggil lebih dari 280 saksi untuk dilakukan pemeriksaan soal kasus KTP-E untuk dua tersangka. Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi KTP-E itu adalah Rp 2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 5,9 triliun.