REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Harga cengkih di Ternate, Maluku Utara (Malut) sepanjang Januari 2017 bertahan di bawah Rp 90 ribu per kilogram. Memasuki pekan kedua Pebruari 2017, harganya terus bergerak naik menembus Rp 95 ribu per kilogram di daerah itu.
"Harga cengkih bergerak naik terkait persediaan mulai terbatas seiring berakhir masa panen di Ternate, satu sentra kebun cengkih di sini," kata salah seorang pedagang hasil bumi di Ternate, Jhoni ketika dihubungi, Kamis (9/2).
Menurut dia posisi harga cengkih diyakini terus bergerak naik dan bisa menembus di atas Rp 100 ribu per kilogram.
"Petani kini cenderung menahan stok cengkihnya, berharap harga semakin tinggi," katanya.
Bukan hanya harga cengkih yang bergerak naik. Tapi juga jenis komoditas perkebunan lainnya yakni biji pala pada pekan lalu Rp 55 ribu per kilogram kini naik menjadi Rp 57 ribu per kilogram. Begitu juga fuli naik dari Rp 117 ribu menjadi Rp 120 ribu per kilogram.
Namun untuk harga kopra pada pekan lalu sempat naik dari Rp 10 ribu menjadi Rp 11 ribu per kilogram, pada pekan ini justru turun menjadi Rp 10 ribu per kilogram. Bahkan ada sejumlah pedagang pengumpul hasil bumi yang hanya membeli dengan harga Rp 9.000 per kilogram.
Harga kakao nonfermentasi, menurut Jhoni posisi Januari lalu berada Rp 25 ribu per kilogram, kini melemah menjadi Rp 23 ribu per kilogram. Bahkan ada pedagang hasil bumi yang hanya bersedia membeli dengan harga Rp 20 ribu sampai Rp 21 ribu per kilogram.
Turunnya harga kopra dan kakao dampak dari rendahnya harga pembelian di daerah tujuan antarpulau, seperti Sulawesi Utara dan Jawa Timur, tujuan utama pemasaran komoditi perkebunan daerah ini. "Posisi harga jual di pasaran dunia juga melemah," katanya mengutip ungkapan para eksportir itu.