REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Presiden Joko Widodo mengatakan pers sangat penting bagi pembangunan negara, namun saat ini jagat media mainstream (arus utama) tengah menghadapai tantangan besar dengan hadirnya media sosial (Medsos).
"Media sosial menjadi ketergantungan baru yang luar biasa, tidak hanya di kalangan masyarakat tetapi semua kalangan, baik bupati/walikota, gubernur, menteri, presiden. Ada yang senang Twitter, Instagram, main Path, Facebook semuanya gandrung medsos," kata Presiden Jokowi, pada Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-72, di Ambon, Kamis (9/2).
Menurut presiden, satu persatu media mainstream yang tidak mampu bersiasat dan beradaptasi mulai berguguran. Ini kecenderungan di seluruh dunia.
"Kita harapkan di Indonesia tidak terjadi, karena medsos memang sudah menjadi memusingkan pemerintah. Saya temui perdana menteri dan presiden di negara lain, mendengar semua mengeluhkan medsos," katanya.
Presiden Jokowi mengakui, media mainstream bisa diajak berdiskusi dan berbicara, tetapi medsos tidak ada yang bisa memagari. "Inilah dampak keterbukaan yang semua negara menghadapinya, bukan hanya Indonesia yang hadapi fenomena ini, tetapi seluruh negara di dunia mengalami. Saya yakin, meskipun digempur medsos, media mainstream tidak akan hilang, sebagaimana radio dan tv tidak hilang. Keduanya sama-sama eksis, bisa saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi," ungkapnya.
Media sosial, lanjutnya, unggul karena kecepatan, karena nilai aktualitas, sementara media mainstream menonjol karena akurasi dan kedalaman materi-materinya.
"Digitalisasi proses komunikasi membuat setiap orang atau setiap individu bisa menjadi produsen berita. Semuanya bisa memberitakan apa yang dia lihat dan dialaminya. Setiap saat media sosial, kebanjiran berita. Ada berita yang obyektif, aktual, kritik yang baik, tetapi banyak juga berita hoax atau bohong. Hoax mengganggu kebebasan kita," kata Presiden Jokowi.
Presiden mengakui, bahwa ada berita media sosial yang membuat kegaduhan, ada berita yang penuh caci maki, fitnah, memecah belah masyarakat, bahkan mengancam persatuan bangsa. "Tetapi saya mempunyai keyaknian, bahwa ini justru mendewasakan dan mematangkan kita, tahan uji, tidak perlu banyak keluhan kalau mendengar berita di media sosial, karena ini fenomena semua negara," tandasnya.
Karena itu, mari bersama-sama memerangi dan stop berita bohong, berita yang pecah belah, dan berita-berita fitnah. "Seharusnya media mainstream mampu meluruskan hal yang bengkok-bengkok, menjernihkan yang terjadi di media sosial, dan tidak lantas ikut larut dan malah memungut isu-isu yang belum terverifikasi di media sosial sebagai bahan berita," tegasnya.
Karena itu, sekarang bisa melihat kalau ada trending topic di media sosial justru dipakai untuk dijadikan berita, tanpa diverifikasi, apakah berita itu betul-betul benar atau tidak benar. "Media mainstream tidak boleh luntur dan junjung tinggi etika jurnalistik yang menuntut aktualitas, obyektifitas, disiplin dalam melakukan verifikasi," kata Presiden.
Presiden Jokowi juga mengapresiasi upaya-upaya Dewan Pers, yang melakukan verifikasi terhadap perusahaan media masa, baik cetak maupun elektronik, selain menjamin profesionalitas dan perlindungan terhadap wartawan dengan adanya verifikasi tersebut, sehingga masyarakat bisa mengetahui media mana yang bisa dijadikan rujukan dan media mana yang dipercaya dalam pemberitaan.
"Saya berharap, peringatan Hari Pers Nasional, di Kota Ambon, dalam memperteguh komitmen kita bersama untuk membangun Indonesia yang harmoni dan mewujudkan ekonomi merata bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Presiden Joko Widodo.