REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) RI akan melakukan standardisasi kurikulum pesantren untuk memastikan terselenggaranya pendidikan yang bertanggung jawab dan terjaganya kualitas. Kemenag pun diingatkan untuk hati-hati jika ingin melakukan standarisasi kurikulum pesantren.
Cendikiawan Muslim sekaligus Pakar Pendidikan Islam, Adian Husaini mengatakan, standarisasi kurikulum pesantren yang dilakukan Kemenag tidak akan mencampuri internal pesantren. Artinya standarisasi diserahkan kepada pihak pesantren. Pihak pesantren yang merumuskan.
Jadi, kementerian agama hanya sebagai fasilitator. Pihak yang mendukung membantu meningkatkan kualitas pendidikan di pesantren. "Meskipun standarisasi ini perlu berhati-hati karena standarisasi ini tidak bisa diterapkan untuk tiap-tiap santri," kata Adian kepada Republika.co.id, Kamis (9/2).
Kemandirian, otonomi dan otoritas pesantren sangat penting. Artinya, biarkan kiai yang mengelola pesantren menentukan kebijakannya. Biarkan mereka mempunyai standar kompetensi sendiri untuk tiap-tiap santrinya. Sebab, itulah kelebihan pesantren.
Menurutnya, pesantren jangan dibuat seperti sekolah yang mempunyai satu kurikulum untuk semua sekolah. Di Indonesia pesantren macam-macam jenis dan spesialisasinya. Begitu pula santrinya sangat beragam. Bahkan, pesantren salafiah, mereka tidak menentukan yang masuk pesantren harus anak yang pintar.
Jadi, mereka tidak memilih santri berdasarkan kemampuan, kecerdasan intelektual dan latar belakang ekonomi. Semuanya diterima di pesantren. "Intinya standarisasi (kurikulum) ini perlu diterapkan secara hati-hati, jadi tidak memaksakan satu standar untuk semua jenis pesantren, untuk semua jenis santri," jelasnya.
Adian menerangkan, artinya tidak bisa pesantren distandarisasi dengan kurikulum yang seragam. Jadi, yang terpenting serahkan dan berikan kepercayaan kepada kiai, ustaz dan pesantren untuk menentukan pendidikan yang terbaik bagi santri-santrinya.
Jika standarisasi kurikulum pesantren mengikat semua pesantren untuk patuh sesuai ketentuan kurikulum yang seragam, maka akan mengubah pesantren. "Justru akan merusak dari keunikan dan keunggulan dari sistem pesantren," ujarnya.