REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forest Stewardship Council (FSC) dinilai harus mensertifikasi lebih banyak hutan dan industri berbasis hutan di Indonesia saat ini.
"Dengan adanya upaya menyelaraskan FSC dengan sistem verifikasi legalitas kayu di Indonesia, alasan tak bisa mensertifikasi lebih banyak hutan di Indonesia harusnya sudah tidak ada lagi," kata Akademisi Manajemen Hutan Universitas Gajah Mada, Ahmad Muryadi saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (9/2).
Penegasan tersebut disampaikan terkait dengan target FSC yang akan menuntaskan penyelarasan "1994 rule" untuk Indonesia tahun ini agar sesuai dengan kondisi lokal dan industri kehutanan Tanah Air.
Muryadi yang juga Kepala Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan UGM ini menilai langkah FSC menyelaraskan aturan "1994 rule" adalah untuk menghilangkan ganjalan prinsip tak akan mensertifikasi lahan hutan tanaman industri (HTI) yang dikonversi setelah 1994. Padahal, kata dia, sebagian besar HTI di Indonesia baru dibangun setelah 1994.
"Aturan tersebut justru membuat FSC kehilangan satu cakupan dalam melindungi praktik pengelolaan hutan di negara-negara berkembang seperti Indonesia," ujar Muryadi.
Sementara itu, FSC juga punya kepentingan yang berkaitan dengan idealisme dan bisnis mereka, yaitu untuk lebih banyak mensertifikasi hutan dan produk berbasis hutan. Di sisi lain, lanjut Muryadi, "1994 rule" sudah cukup lama mendapat banyak perhatian dari dunia internasional dan munculnya keinginan untuk merevisi aturan tersebut karena tidak relevan lagi dengan kondisi di berbagai wilayah di dunia.
Kata Muryadi, karena itu salah satu solusi yang sesuai adalah menerapkan mutual recognition atau saling mengakui keberadaan masing-masing. Dia juga berpendapat kehadiran FSC untuk mempertahankan pengelolaan hutan lestari, seharusnya juga bisa mengakui aspek sertifikasi mandatory dari pemerintah yang cukup ketat terkait aspek legal.
FSC adalah organisasi nirlaba internasional yang memiliki wewenang memberikan sertifikasi produk kehutanan. FSC berbasis di Bonn, Jerman dan lembaga ini dipimpin oleh Dewan Direksi Internasional (International Board of Directors) beranggotakan 12 orang yang dipilih oleh seluruh anggota FSC.
Mereka mewakili bidang sosial, lingkungan, dan ekonomi. Dewan direksi FSC memiliki masa sidang tiga kali dalam setahun untuk memutuskan standar sertifikasi dan implementasinya.