Jumat 10 Feb 2017 10:28 WIB

Penyuluh Agama Bukanlah Provokator

Petugas memandu akad nikah sepasang mempelai di kantor urusan agama  (Ilustrasi)
Foto: Antara/Basri Marzuki
Petugas memandu akad nikah sepasang mempelai di kantor urusan agama (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  ALOR -- Penyuluh agama adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melakukan kegiatan bimbingan dan penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama. Dengan demikian mereka adalah para juru penerang penyampai pesan bagi masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang baik.

Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tantangan tugas para penyuluh agama Islam semakin berat. Apalagi, kata Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Drs Muhammad Marhaban, dalam kenyataan kehidupan di tataran masyarakat, mengalami perubahan pola hidup yang menonjol.

"Dan yang jelas, penyuluh agama bukanlah provokator," kata Muhammad pada acara penyerahan SK bagi para Penyuluh Agama Katolik Non PNS, di Aula Kantor Kementerian Agama Kabupaten Alor, belum lama ini.

Dalam situasi demikian, dalam menuju keberhasilan kegiatan penyuluhan tersebut, maka perlu sekali keberadaan penyuluh agama yang memiliki kemampuan dan  kecakapan yang memadai sehingga mampu memutuskan menentukan sebuah proses kegiatan bimbingan dan penyuluhan dapat berjalan sistematis, berhasil guna, berdaya guna dalam upaya pencapaian tujuan yang diinginkan.

Karena, kata dia, hasil akhir yang ingin dicapai dari penyuluh agama, pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai. Dan itu, ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan konsistensi seraya disertai wawasan multikultur untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai satu sama lain.

Dikatakan Muhammad, untuk menjadi penyuluh agama harus memenuhi tiga syarat mutlak. Yaitu memiliki kemampuan atau pengetahuan tentang Agama yang dianutnya, memiliki kemampuan komunikasi, dan harus ada legitimasi atau pengakuan dari masyarakat. Ketiga syarat ini, kata dia, harus dibingkai dengan kode etik kepenyuluhan yaitu penyampaikan pengajaran agama hanya kepada mereka yang seiman atau seagama, penyuluh agama lebih berpusat kepada umat beragama yang dianutnya dan tidak berkomentar tentang agama orang lain, tidak melakukan penyiaran agama yang tidak terpuji dan yang terpenting adalah penyuluh agama jangan menjadi provokator dengan mengadu domba peluk agama yang satu dengan pemeluk agama lainnya.

"Penyuluh atau penyiar agama harus memiliki tingkat pengetahuan agama yang memadai untuk itu penyuluh agama harus terus mengembangkan diri dengan banyak membaca, membangun jaringan dengan agama lain dan terus mendorong sikap toleransi antar umat beragama," ucapnya.

sumber : kemenag.go.id
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement