REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menyebutkan 50 persen lahan gambut yang ada di daerah itu telah rusak yang disebabkan oleh berbagai faktor.
"Salah satu faktor utama yang menyebabkan hal itu ialah kebakaran lahan dan hutan yang sudah terjadi selama 18 tahun terakhir," kata Asisten III Setda Provinsi Riau Kasiaruddin di Pekanbaru, Sabtu (11/2).
Oleh sebab itu, ujarnya, salah satu program dan fokus dari Pemprov Riau adalah mengantisipasi terjadinya Kebakaran Lahan dan Hutan (Karlahut) yang menyebabkan musim di Riau bertambah. "Saat terjadi Karlahut musim di Riau tidak hanya musim kemarau atau musim hujan, tetapi musim asap," ujarnya. Hal itu, katanya, menimbulkan banyak dampak buruk bagi kesehatan masyarakat serta berpengaruh kepada sektor pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau Edward Sanger menyampaikan bahwa untuk 2017 ini Pemprov Riau mengucurkan dana sebesar Rp 12 miliar untuk pencegahan Karlahut dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. "Dengan anggaran sebesar ini kita harus lebih mengoptimalkan kinerja yang dititikberatkan pada upaya pencegahan Karhutla," katanya.
Ia menjelaskan dari anggaran senilai Rp 12 miliar tersebut, Rp 10 miliar di antaranya digunakan untuk pengadaan alat pemadam kebakaran, sedangkan Rp 2 miliar sisanya dialokasikan untuk pencegahan Karlahut baik bentuk pelatihan dan patroli. Pada 2016, anggaran untuk Karlahut yang digunakan hanya sebesar Rp 2 miliar dan diperuntukkan pada penanggulangan bencana, sedangkan untuk kegiatan patroli BPBD tidak punya anggaran khusus. Karena selama ini secara fungsinya, BPBD hanya mengurus soal penanggulangan bencana bukan pada pencegahan.
"Yang Rp 2 miliar pada 2016 itu untuk anggaran sosialisasi, pelatihan, serta kegiatan dalam penanggulangan Karhutla. Ke depan, prioritas anggaran akan digunakan untuk pencegahan dan bagaimana meminimalisasi munculnya titik api," ucapnya.