REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menolah undangan dari sebuah "kerajaan", namun tampaknya tak akan memicu insiden diplomatik. Pasalnya, undangan berasal dari Principality of Hutt River, sebuah negara mikro di Australia Barat yang menganggap dirinya merdeka dan berdaulat.
Pada Sabtu, 11 Februari 2017, jauh dari istana Buckingham Palace di Inggris, "Raja" Hutt River bernama "Pangeran" Leonard akan menyerahkan takhtanya kepada anaknya, "Pangeran" Graeme. Sebelumnya pernah diberitakan di Australia terdapat negara mikro yang menyatakan diri terpisah dari Australia.
PM Turnbull merupakan satu dari beberapa tamu kehormatan yang diundang. Namun dia menyatakan penyesalan karena tidak bisa datang.
"Terima kasih telah mengundang Perdana Menteri, Yang Mulia Malcolm Turnbull MP guna menghadiri upacara turun tahta Pangeran Leonard dari Principality of Hutt River," demikian jawaban dari kantor PM Turnbull. "Sayang sekali, Perdana Menteri tak bisa hadir dalam acara Anda karena terikat acara di parlemen," tambahnya.
Pangeran Leonard kini berusia 92 tahun dan menderita episema.
Setelah hampir lima dekade "bertakhta", dia menyatakan pasti "melegakan" untuk bisa menyerahkan kerajaan yang terletak 500 kilometer di utara Kota Perth itu, kepada putranya Pangeran Graeme (59 tahun). "Di usia 92 saya bukanlah orang paling pantas menerima para turis. Saya kira orang-orang lebih mudalah yang lebih pantas," ucapnya.
Mantan petani gandum ini menyatakan memisahkan diri dari Australia di tahun 1970 gara-gara masalah kuota produksi gandum.
"Saya buru-buru ke Perth untuk melihat UU Parlemen, begitu tiba di sana saya tidak menemukannya," katanya.
"Sir Charles Court datang membantu Menteri Pertanian yang menasehati Gubernur. Dia kembali ke parlemen dan mengajukan UU dimana dengan UU ini dia mendapatkan kekuasaan untuk menyita tanah kami. Saya kemudian menerapkan hak-hak internasional kami untuk membentuk pemerintahan sendiri," jelas Pangeran Leonard.
Sejumlah Pertempuran
Dalam rentang 47 tahun sejak itu, Pangeran Leonard menerbitkan mata uangnya sendiri, menyatakan perang dengan Australia dan membentuk Royal College of Advanced Research. "Saya pernah membentuk organisasi riset di Yordania, melalui perwakilan saya di sana. Pemerintah Australia mengetahuinya dan menekan Pemerintah Yordania," kata ahli fisika otodidak ini.
"Anak saya mendengar bahwa dia akan ditangkap sehingga dia harus melarikan diri. Ini yang menghentikan hal itu," jelasnya.
Pangeran Leonard jarang sekali meninggalkan "kerajaannya" itu, namun mengakui dia "menyelinap" ke kota-kota terdekat yaitu Northampton dan Geraldton untuk perawatan medis. Dia juga menolak membayar pajak ke Pemerintah Australia.
Pada minggu lalu, kantor pajak Australia (ATO) menerbitkan surat tagihan, yang menyebutkan dia berutang 2,6 juta dolar AS (sekitar Rp 26 miliar). Ini merupakan salah satu pertempuran yang akan dihadapi anaknya Graeme saat dia naik takhta.
"Saya akan menghadapinya. Kami akan memasukkan keberatan dan dokumen ke pengadilan pada pertengahan Februari," katanya.
Sandwich Mentimun
Pangeran Graeme mengatakan dalih utama ATO adalah tidak tertagihnya pajak GST dari para turis yang membeli oleh-oleh di Hutt River. Kerajaan ini menjual koin, perangko, topi dan lainnya dan pengunjung bahkan bisa mendapatkan paspor yang dicap.
Keluarga kerajaan ini mengeluarkan undangan terbuka untuk upacara turun takhta dan siap menyambut sekitar 150 tamu. Pangeran Graeme masih sibuk memproses undangan ketika wartawan ABC mengunjunginya. Dia menyatakan tidak terkejut dengan penolakan Perdana Menteri untuk hadir.
"Mereka sangat sibuk... Menteri Utama Australia Barat juga sangat sibuk dengan Pemilu negara bagian. Jadi mungkin dia sibuk akhir pekan ini," katanya.
Namun Pangeran Graeme berharap mereka yang belum mengonfirmasi kehadirannya untuk melakukannya sesegera mungkin, sehingga dia bisa memastikan persediaan mentimun roti isi cukup.
Diterbitkan Pukul 12:00 AEST 10 Februari 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari atikel berbahasa Inggris.