REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- 26 Desember 2004 pukul 07.59 waktu setempat, gempa berkekuatan 9,1 sampai 9,3 skala Richter mengguncang dasar laut di barat daya Sumatera, sekitar 20 sampai 25 kilometer lepas pantai. Hanya dalam beberapa jam saja, bahkan gelombang tsunami dari gempa itu mencapai daratan Afrika.
Itulah gempa monster'. Guncangan gempa berlangsung lebih lama dari biasanya. Disusul gunungan ombak yang menerjang pantai dengan kecepatan sangat tinggi pada garis sepanjang 1.000 kilometer. Ini peristiwa yang sangat jarang terjadi yang mampu meluluh lantakan bangunan yang ada di depannya.
Salah satu bangunan yang terdampak tsunami kala itu adalah Pondok Pesantren Mahyaul Ulum Al Aziziah, Jl Banda Aceh-Medan, Desa Dilib Bukti Sibreh, Kecamatan Sukam Akmur, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Ponpon yang diditikan oleh Tengku H Faisal M Ali SSos ejak 1999 ini, hancur oleh terdampak gempa dan tsunami Aceh.
Yayasan Baitul Maal (YBM) BRI pun merasa perlu untuk membantu mewujudkan tujuan mulia ponpes di bumi 'Serambi Makkah'tersebut. "Ini untuk membantu pendidikan anak yati, dhuafa, dan mualaf agar mereka pun bisa sejajar dengan sesamanya dari daerah lain dalam mendapatkan pendidikan," kata Ketua Badan Pengurus YBM BRI H Tri Wintarta saat berkunjung ke Republika, belum lama ini.
Bantuan yang diberikan YBM BRI berupa program beasiswa sebesar Rp 18 juta, apresiasi pendidik Rp 22,5 juta serta sarana dan prasarana Rp 83 juta lebih. "Dengan kebesaran dan berkah Illahi, pondok seluar lima hektare yang konsen pada nasib anak tarim, dhuafa, serta mualaf ini akhirnya dapat melanjutkan kegiatan belajar mengajarnya,"kata Tri.
Pada 2015, tidak kurang dari 150 santri setingkat sekolah menengah kejuruan (SMK) belar dengan tekut di ponpes ini. Proses pembelajaran mereka dapatkan di bawah bimbingan 29 pengajar dengan berbagai ragam pendidikan. Pondok ini juga mengasuh santri putri yang tertarik di bidang otomotif. Sekitar 70 persen dari keseluruhan santri adalah kaum dhuafa.