REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo untuk segara menurunkan Arief Hidayat dari kursi Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Bahkan, ICW menargetkan 20 ribu petisi dari masyarakat agar harapannya dikaburkan oleh Pemerintah.
"Kami juga berharap Arief Hidayat mundur karena lembaga peradilan harus punya etika dan moral dan punya tanggung jawab moral yang tinggi. Dia gagal, jadi kami minta dia untuk mundur," kata Peneliti ICW Aradila Caesar di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, Ahad (12/2).
Menurut dia, di masa MK berada dibawah kepemimpinan Arief ada beberapa putusan yang tidak dipatuhi. Kemudian dia juga dianggap gagal dalam mengawasi delapan hakim konstitusi lainnya, terutama dalam kasus tindak pidana korupsi yang menyangkut hakim Patrialis Akbar yang dicokok oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Artinya dia gagal awasi delapan (hakim) lainnya, dia harus legowo untuk mundur dan (berikan) kesempatan pada hakim lain," kata Aradila.
Belum lagi kata dia, Arief sendiri sempat tersandung kasus etik. Yang mana kasus ini, menurutnya, bagi lembaga sekelas MK menjadi sangat sebesar.
"Hakim yang harusnya punya standar moral yang tinggi, etika yang tinggi, seharusnya tidak tersandunglah kasus etik, apalagi korupsi," lanjut dia.
Oleh karena itu, sambung Aradila, bahwa dalam petisi itu bukan hanya menyoal pemberhentian Arief Hidayat, namun juga menyoal pengawasan dan juga proses rekrutmen. Dia mencontohkan apa yang terjadi pada Patrialis juga diawali dengan prisos rekrutmen yang tidak transparan.
Patrialis, kata dia, menjadi hakim yang ditunjuk langsung tanpa melewati proses seleksi yang seharusnya. Sehingga saat kasus dugaan suap menjerat Patrialis menjadi tidak aneh bagi ICW
"Kita ingat Patrialis adalah hakim hasil seleksi yang tidak transparan, bukan hasil seleksi terbuka tidak ada pelibatan publik, tidak ada pengevaluasian latar belakang Patriasli, hasilnya ya begini," paparnya.
Oleh karena itu, ia mengaku khawatir jika proses perekrutan tidak transparannya justru menghadirkan wujud-wujud Patrialis selanjutnya. "Jadi kami menuntut pada Presiden untuk melihat persoalan ini lebih luas lagi," tegasnya.
Kemudian menyinggung soal lembaga pengawasan dalam petisi tersebut, ICW juga meminta agar Presiden membentuk kembali lembaga yang mengawasi kinerja MK. Dengan begitu diharapkan dapat menghindari praktik-praktik korupsi, masalah etik, maupun pelanggaran lainnya di lembaga MK melalui pengawasan dari Komisi Yudisial (KY).
Oleh karena itu, tambahnya, untuk menyelamatkan lembaga peradilan yang hampir tenggelam dan mewujudkan lembaga peradilan yang bersih dengan cara mengumpulan dukungan dari masyarakat melalui petisi. Kemudian akan diserahkan kepada Presiden.
"Kami ingin mengumpulkan dukungan Publik dalam petisi online yang pada akhirnya nanti kita akan sampaikan pada Presiden, DPR dan Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri, bahwa harus ada upaya penyelamatan MK," katanya.