REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendorong peningkatan realisasi investasi di sektor industri petrokimia sepanjang tahun 2017 ini. Tujuannya, untuk menambah pasokan bahan baku di dalam negeri demi menekan ketergantungan impor selama ini.
Salah satu yang didorong dalam waktu dekat adalah realisasi investasi oleh PT Chandra Asri Petrochemical Tbk yang rencananya akan menggelontorkan dana 6 miliar dolar AS Rp 80 triliun untuk penambahan kapasitas industri.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai, realisasi investasi di industri petrokimia menjadi sangat penting di tahun ini agar percepatan pertumbuhan industri bisa berjalan. Apalagi, industri petrokimia memasok bahan baku untuk sebagian jenis industri lainnya.
“Saat ini, kapasitas kita untuk menghasilkan cracker hanya 900 ribu ton per tahun, sedangkan Singapura 3,8 juta ton dan Thailand 5 juta ton. Jadi, awalnya Chandra Asri mau selesai bangun pabriknya itu tahun 2026, tetapi kami minta tahun 2021 sudah bisa beroperasi,” kata Airlangga akhir pekan ini.
Selain itu, lanjut Airlangga, pihaknya berencana untuk memfasilitasi perusahaan dengan kode saham TPIA tersebut untuk memperoleh insentif fiskal seperti tax allowance atau tax holiday. “Berarti investasinya perlu dimulai tahun ini,” ujarnya.
Pemerintah juga bakal memberlakukan bea masuk safeguard apabila terjadi banjir impor produk sejenis akibat dumping dari negara asalnya. Tindakan ini, jelas Airlangga, menjadi salah satu bentuk perlindungan bagi industri dalam negeri. “Kita harus bisa lebih berani, biar fair trade,” katanya lagi.
Vice President Corporate Relations PT Chandra Asri Petrochemical Tbk Suhat Miyarso menjelaskan, untuk tahap pertama di tahun 2017 perseroan akan menanamkan investasi sebesar 150 juta dolar AS atau nyaris Rp 2 triliun.
Angka sebesar itu nantinya akan digunakan untuk menambah kapasitas butadiene sebanyak 50 ribu ton per tahun dan polietilene 400 ribu ton per tahun. Suhat mengatakan, penambahan kapasitas produksi tersebut difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Misalnya, kebutuhan untuk ethylene tahun ini sebanyak 2 juta ton per tahun, sedangkan yang baru bisa dipenuhi dari dalam negeri sebanyak 860 ribu ton atau sekitar 40 persen,” kata Suhat.