REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain melarang kepada pasangan calon (paslon), tim sukses dan relawan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga meminta agar media massa, eletronik maupun online agar berperan serta menjaga kondusivitas di masa tenang. Di antaranya untuk tidak berkampanye apapun bentuknya, sekalipun itu pejawat.
Namun apabila peraturan masa tenang akan ada konsekuensi yang bisa sangat merugikan paslon yang bertarung pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Hal ini disampaikan langsung oleh KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah menjelaskan definisi kampanye yang dimaksud adalah kegiatan menyampaikan visi, misi, program, dan informasi lainnya yang mengarah pada kampanye.
Apabila ada salah satu paslon atau timsesnya sengaja melakukan kampanye maka akan dikenakan pasal kampanye di luar jadwal. "Kalau terbukti ada politik uang, paslon yang bersangkutan bisa dibatalkan sebagai peserta pilkada," tegas Ferry melalui pesan singkat, Ahad (12/2).
Masa tenang Pemilu diatur pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Pasal 187 ayat 1 berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta atau paling banyak Rp 1 miliar.
Kemudian untuk media massa dan juga lembaga penyiaran dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak partai politik, paslon yang mengarah kepada kepentingan kampanye. Dia berharap media massa mentaati peraturan tersebut agar tidak menguntungkan atau merugikan salah satu paslon tertentu.
"Apapun media massa tanpa terkecuali dilarang berkampanye untuk paslon di masa tenang ini," kata Ferry.
Rencananya hari H Pilkada serentak akan dilaksanakan pada Rabu (15/2). Untuk mendorong mampu mendorong partisipasi masyarakat untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS), pemerintah telah menetapkan 15 Februari 2017 sebagai hari libur nasional.