REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP Pordasi) mengecam keputusan sepihak Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Kecaman itu muncul setelah Ketua Umum KOI, Rita Subowo meminta Tim Penjaringan Calon Ketua Umum (Caketum) KOI membekukan hak suara PP Pordasi dalam Kongres KOI, Sabtu (31/10).
Wakil Sekertaris PP Pordasi, Wijaya Mithuna Noeradi mengatakan, cabang induk olahraga berkuda nasional itu akan melakukan protes soal pemancungan hak suara tersebut. "Kami mempertanyakan hak kami (untuk memilih dan dipilih) itu," katanya di Jakarta, Jumat (30/10).
Wijaya memastikan PP Pordasi akan tetap datang ke dalam arena Kongres KOI untuk menyampaikan aksi protes tersebut. Kisruh antara PP Pordasi dan KOI, berawal dari adanya dualisme kepengurusan salah satu cabang olahraga (cabor) dalam PP Pordasi.
Cabang equastrian (ketangkasan berkuda) yang semula berada di bawah kepengurusan PP Pordasi membikin kepengurusan sendiri, yaitu Equastrian Federation of Indonesia (EFI) pada 2010 lalu. Munculnya EFI membawa perselisihan sendiri di internal PP Pordasi.
Sebab, KOI mendukung keberadaan EFI dan memberikan lejitimasi terkait federasi baru itu. Bahkan KOI mengirimkan surat kepada Federasi Equastrian Internasional (FEI) untuk juga mengakui EFI sebagai pengurus induk equastrian di Indonesia.
Namun, Pada 2013, PP Pordasi menggugat KOI ke Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (Bakin) untuk mencabut dukungan keberadaan EFI tersebut. Akan tetapi, Bakin menguatkan keputusan KOI yang memecah kepengurusan equastrian keluar dari PP Pordasi.
Tak puas dengan keputusan Bakin, PP Pordasi mengajukan banding ke Badan Arbitrase Keolahragaan Internasional (CAS) pada 2014. Hasilnya, pada 2015, CAS memutuskan mengembalikan equastrian ke PP Pordasi dan meminta KOI untuk mengakui keberadaan PP Pordasi.
Sebab sejak perlawanan PP Pordasi terhadap KOI, badan olimpiade di Indonesia itu juga membekukan kepengurusan PP Pordasi dari keanggotaan KOI.Pembekuan tersebut berujung pada pelucutan hak suara PP Pordasi dalam setiap pengambilan keputusan. "Kita sudah tiga kali diusir setiap ada rapat anggota dan rapat istimewa KOI," sambung Wijaya.
Meski begitu, Wijaya menegaskan, akan mendesak KOI dan juga Tim Penjaringan dalam kongres, Sabtu (31/10), untuk meminta pemulihan hak suara itu. Karena menurut dia, adanya putusan CAS menjadi acuan KOI untuk memulihkan hak suara PP Pordasi dalam pemilihan ketua umum KOI yang baru besok.