Senin 18 Sep 2017 14:24 WIB
ASEAN Para Games 2017

Laura Aurelia Dinda: Tercepat tanpa Gerakan Kaki

Laura Aurelia Dinda
Foto: Istimewa
Laura Aurelia Dinda

REPUBLIKA.CO.ID, KUALALUMPUR -- Laura Aurelia Dinda terlihat semringah ketika medali emas melingkari lehernya. Hasil jerih payah latihannya selama ini terbayar setelah ia mencatatkan waktu 1 menit 30,27 detik saat tampil di nomor 100 meter gaya bebas kelas S6 (kedua kaki lemah dan biasa menggunakan kursi roda) di ASEAN Para Games 2017, Senin (18/9).

Gadis kelahiran Pekanbaru, 22 September 1999 itu baru kali pertama mengikuti ajang ASEAN Para Games. Ia menjadi atlet pertama Indonesia yang meraih medali emas pada pesta olahraga atlet difabel se-Asia Tenggara edisi IX/2017 Kuala Lumpur, Malaysia.

Laura mengaku dihantui rasa takut sehingga kakinya susah untuk melangkah. Bahkan ketika berlomba hanya kayuhan tangannya yang membawanya ke garis finis. 

"Awalnya saya takut karena lawan yang saya hadapi dari Singapura sangat bagus. Kaki saya melangkah berat," ungkap Laura dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Laura pun mengatakan jika rasa takutnya itu hilang setelah ia melompat dari papan start. Berdiri di lintasan tiga National Aquatic Center, Bukit Jalil Sports City, Laura langsung meluncur seperti halnya jet. Theresa Goh asal Singapura yang ditakuinya malah tertinggal jauh di belakang. 

"Senang dan bangga itu pasti. Saya hanya fokus mencapai finis dan tidak melihat lawan," ujarnya.

Laura bercerita bahwa ia telah menekuni olahraga renang sejak kelas 3 SD karena terkena asma sejak kecil. Lama kelamaan olahraga ini menjadi hobi untuknya. “Namun, saat Popda dua tahun lalu saya terjatuh di kamar mandi. Tulang saya patah, ya terus, jadi seperti ini. Saya berenang tanpa kaki,” cerita Laura sembari menunjuk ke arah kursi roda.

Beruntung, kedua orang tuannya mendukung dia menekuni renang untuk menjadi seorang atlet. Mahasiswa Universitas Gajah Mada, Yogyakarta ini pun sempat mewakili Kalimantan Timur tampil di Pekan Olahraga Daerah 2016 Popda saat kedua kakinya masih normal.

Namun, setelah musibah tersebut, tantangan demi tantangan mesti dilalui oleh Laura. “Teman-teman saya yang atlet normal sering bertanya, "Ngapain sih ikutan yang kaya gitu? Kenapa gak berhenti aja,” ucap Laura menirukan pertanyaan dari rekannya.

Akan tetapi, dia tak menggubrisnya. Laura terus fokus melatih dirinya di kolom renang tiap hari selama 2 jam. Tak ada kamus baginya menyerah meski harus berenang tanpa gerakan kaki.

Laura seakan mengajarkan kita semua bahwa kesuksesan itu datang dari diri sendiri, sekali pun dibentengi dengan keterbatasan namun dirinya mampu menembus keterbatasan itu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement