Senin 25 Dec 2017 09:00 WIB
Evaluasi dan Outlook 2018

Quo Vadis Olahraga Indonesia

Menko PMK saat ikut bersama Presiden Joko Widodo melepas kontingen Indonesia menuju laga SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia, di Istana Negara, Jakarta, Senin (7/8).
Foto: istimewa
Menko PMK saat ikut bersama Presiden Joko Widodo melepas kontingen Indonesia menuju laga SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia, di Istana Negara, Jakarta, Senin (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga

DARI sejumlah sektor kehidupan sosial, bisnis dan kebudayaan, sesungguhnya para pemangku kepentingan di bidang olahraga harus merasa bersyukur dan berterima kasih pada media massa. Secara contoh, setiap media cetak yang terbit di mana pun selalu menyediakan halaman khusus yang membahas/memberitakan masalah olahraga. Demikian pula dengan media elektronik dan bahkan kini dengan media daring. 

Dengan kata lain, tidak ada satu hari pun yang terlewatkan tanpa berita olahraga. Sehingga wajar jika seorang artis kawakan setingkat Christine Hakim pernah mengeluh dalam diskusi yang diselenggarakan oleh suatu media televisi swasta nasional (yang menghadirkan sejumlah nara sumber langganan di televisi tersebut, termasuk penulis yang hadir) bahwa ia merasa iri dengan bidang olahraga. Sebab pemberitaannya sangat gencar dibandingkan isu-isu masalah kesenian dan kebudayaan.

Dari satu sisi, ruang yang disediakan oleh media tersebut dapat digunakan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk lebih memperbaharui dan mengirimkan pesan tingkat kemajuan prestasi olahraga dan juga regulasi serta kebijakan yang diambil. Ini di luar kepentingan kepentingan media itu sendiri untuk memberitakan isu-isu olahraga dunia yang memang sangat tinggi daya tariknya, seperti sepak bola Eropa, dinamika persaingan F1 dan lain sebagainya. 

Namun demikian, pada sisi lain, ruang tersebut dapat juga menjadi bumerang bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait jika tidak melakukan fungsi tanggung jawabnya dengan baik.  

Itu yang benar-benar kami rasakan di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sepanjang 2017 ini. Puncaknya terjadi saat SEA Games 2017 di Kuala Lumpur berakhir, di mana target yang dicanangkan Indonesia meleset. Indonesia semula menargetkan peringkat empat dengan 55 medali emas, namun faktanya hanya di posisi lima dengan 38 emas.

Oleh karenanya, ketika predikat juara umum ASEAN Para Games, tidak menghapus kekecewaan sebagian besar publik tentang buruknya prestasi olahraga Indonesia.

Perhatian publik karena penyelenggaraan Asian Games 2018 sudah di depan mata, namun belum ada indikasi prestasi olahraga Indonesia akan meningkat saat menjadi tuan rumah nantinya. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo langsung mengambil terobosan dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No, 95 Tahun 2017  tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional.

Di mana esensi Perpres tersebut antara lain: penyederhanaan proses birokrasi penanganan atlet elite yang dibiayai oleh APBN, mekanisme pemberian anggaran langsung dari Kemenpora kepada seluruh Induk Organisasi Cabang Olahraga (dan NPC), KONI diberdayakan untuk membantu Menpora dan juga pembubaran Satlak PRIMA.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement