REPUBLIKA.CO.ID, HO CHI MINH CITY -- Saigon Heat merupakan salah satu klub peserta ASEAN Basketball League (ABL) dengan performa positif. Tidak hanya dari segi permainan, tapi juga kemasan pertandingan yang membuat laga Saigon Heat selalu penuh dengan riuh penonton.
General Manager dan salah satu pemilik Saigon Heat, Connor Nguyen mengatakan, basket bukanlah olahraga populer di Vietnam. Karena itu Ia membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk membuat bola basket Vietnam, khususnya Saigon Heat berkembang seperti sekarang ini.
"Perlu lima hingga tujuh tahun setidaknya untuk membuat bola basket (di Vietnam) berkembang," kata Nguyen di CIS Stadium, Saigon, Vietnam, Jumat (12/9).
Kendati demikian, kata Nguyen, memasarkan bola basket di Vietnam bukanlah hal sulit. Karena yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana menciptakan sisi entertainment, fun dan excitement dalam bola basket. Disamping harus memenuhi keberadaan stadion mumpuni serta skuad yang solid.
"Kalau kita hanya menjual bola basket, stadion tidak akan terisi. Tapi kami beruntung, hampir di setiap pertandingan (tiket) selalu terjual habis, bahkan seminggu sebelum pertandingan," tambah Connor.
Selain itu media sosial juga memiliki peran yang tak kalah kuat. Melalui media sosial pihaknya berhasil berbagi informasi terkait klub serta menjaring penggemar baru.
"Di Vietnam media sosial sama kuat. Satu contoh, Facebook Fanpage kami sudah mencapai sekitar 120 ribu `likes`. Kemungkinan sama dengan jumlah `likes` yang dimiliki ABL," kata Connor.
Hal itu diakui chief Operating ABL Ridi Djajakusuma. Menurutnya Vietnam berhasil "menjual" bola basket tak hanya dari sudut pandang olahraga semata.
"Urusan bola basket itu tidak hanya menjual olahraganya saja. Kalau kita datang menonton, yang kita ingat apa? Saya yakin bukan skornya saja," kata pria yang sudah menukangi ABL selama tiga tahun terakhir ini.
Ridi berpendapat, Saigon Heat --satu-satunya klub asal Vietnam yang berlaga di ABL-- berhasil menerapkan pola manajemen, pemasaran, serta memasyarakatkan bola basket di negerinya. Ketiga hal tersebut dicapai dalam kurun waktu tiga tahun.
"Dari sisi kami sebagai penyelenggara liga, kita tidak hanya menjual game-nya saja, tapi yang tak kalah penting adalah emotional experiences-nya. Dan saat ini Vietnam telah berhasil melakukan itu," tambahnya.
Ridi pun mengatakan klub Indonesia patut melakukan cara yang dijalani Vietnam.