REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kami minta maaf. Begitu kalimat yang keluar dari ganda campuran terbaik Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir usai dipastikan gagal meraih sekeping medali pun di ajang Olimpiade London 2012 cabang bulutangkis. Setelah gagal menuntaskan target meraih emas, Tontowi/Liliyana juga keok dalam perebutan medali perunggu, Jumat (3/8).
Dalam laga yang digelar di Wembley Arena, London, itu, pasangan juara All England 2012 itu kalah dari ganda Denmark yang menempati peringkat tiga dunia, Joachim Fischer Nielsen/Christianna Pedersen, dua set langsung 12-21 dan 12-21. Ini kali pertama sejak bulutangkis dipertandingan di Olimpiade Barcelona 1992, Indonesia tidak meraih satu medali pun.
Kegagalan Tontowi/Liliyana melengkapi penderitaan penderitaan Indonesia di cabang bulutangkis pada Olimpiade London. Pasalnya, Tontowi/Liliyana adalah harapan terakhir Indonesia meraih medali di cabang 'tepok bulu'.
Sayangnya, karena faktor itulah Tontowi/Liliyana merasa terbebani yang berimbas kepada memburuknya permainan ganda campuran unggulan keempat tersebut. Mereka gagal keluar dari tekanan.
"Hari ini kami tampil di bawah performa, sementara Denmark bermain sangat bagus, jarang melakukan kesalahan sendiri," kata Liliyana usai pertandingan.
Liliyana yang meraih medali perak bersama Nova Widianto di Olimpiade Beijing 2008 itu mengaku, setelah gagal meraih medali emas seperti yang ditargetkan sejak sebelum berangkat ke London, mereka menjadi 'down' dan belum mampu bangkit dari keterpurukan tersebut.
"Sesuai dengan target emas, kami tidak dapat, perunggu juga tidak dapat, kami minta maaf. Kami juga kecewa, kami tidak mau kalah," imbuh Liliyana dengan dana sedih. (baca: Tontowi/Liliyana Gagal Raih Perunggu, Bulutangkis Amsiong).
Beban tersebut, kata Liliyana, muncul setelah mereka lolos sebagai juara grup. "Ketika babak penyisihan grup kami tidak ada beban, setelah itu mulai teratas apalagi pada Tontowi, karena semua mengharapkan kami. Suatu tekanan yang berat bagi kami," terang pebulutangkis kelahiran Manado, 9 September 1985 itu.
Padahal, lanjut Liliyana, peran pemain putra dalam ganda campuran itu sangat dominan. "Kalau pemain putra sudah tidak bisa apa-apa, pemain putri tidak bisa berbuat banyak," terang pebulutangksi 26 tahun itu mengakhiri.