REPUBLIKA.CO.ID, SPIELBERG -- Valentino Rossi menilai pikiran untuk menutup defisit 33 angka dari Marc Marquez dan memimpin klasemen MotoGP adalah tindakan tidak cerdas sampai Yamaha bisa menyelesaikan masalahnya. Rossi berjuang mati-matian mencapai tempat ketujuh di Red Bull Ring, Austria beberapa pekan lalu, sementara rekan satu timnya, Maverick Vinales hanya bisa finis di posisi keenam.
Pembalap satelit Yamaha di Tech-3 Yamaha, Johann Zarco bahkan finis di urutan kelima. Marquez selesai di tempat kedua setelah Andrea Dovizioso. Ini membuat Vinales berjarak 24 angka dari Marquez.
Pembalap asal Italia ini mengatakan, tidak perlu terpaku pada performa Zarco ketika mereka bertiga sama-sama kalah dari Honda dan Ducati di Austria.
"Tidak cerdas namanya berpikir untuk memenangkan kejuaraan dunia saat Anda finis ketujuh. Pertama, Anda harus bisa kompetitif. Zarco senang karena dia berhasil mengalahkan saya dan Vinales. Namun, jika saya menjadi dia, finis di posisi kelima tak akan membuat saya senang," kata Rossi dilansir dari Motosport, Selasa (22/8).
Vinales mengatakan, dia kurang setuju melakukan perubahan pada sasis, meski dia tak kunjung kembali meraih podium satu sejak di Assen. Tapi, Rossi bersikeras solusi dari masalah Yamaha saat ini adalah materi mesin baru dari pabrik Iwata di Jepang.
"Kita harus mendapat bantuan dari Jepang. Jujur saja, jika kita harus melakukan balapan lain selama satu jam, saya tidak tahu apa yang harus diubah karena kita sudah melakukan segalanya untuk mengatasi masalah ini, tapi tetap saja gagal," ujarnya.
Rossi berharap balapan di Silverstone akhir pekan depan bisa membawa cerita berbeda dari Austria. Tata trek di sana lebih mengalir dan kemungkinan suhunya lebih dingin. "Di Brno saya cepat, tapi saya melewatkan kesempatan meraih podium sebab jebakan flag to flag (masuk pitstop untuk ganti motor)," ujarnya.