REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Siapa yang menyangka jika petenis dunia Andy Murray memiliki truma di masa kecilnya. Maka tak heran jika Murray menjadi orang yang sulit dibaca kepribadiannya.
Meski mendulang 20 juta poundsterling dari hasil karir tenisnya, Murray dikenal sebagai pria yang pelit senyum. Ironisnya, sahabat-sahabatnya mengenal Murray sebagai si tukang bercanda.
Terkadang ucapannya menjadi bumerang yang hanya membuat orang marah. Menjelang Piala Dunia 2006, ketika ditanya siapa yang dijagoinya, Murray menjawab, "Tak ada, kecuali Inggris". Jawabanya pun mematik kemarahan orang Skotlandia. Ia dituduh tidak patriotis dan tidak sportif.
Kisah kelam masa kecil Murray terkuak, setelah seorang juru warta menanyakan kehidupan masa kecilnya saat masih berusia delapan tahun. Dalam jumpa pers usai ia tumbang di tangan Roger Federer dalam final Wimbledon, para juru warta tidak menyinggung soal prestasinya di ajang Wimbledon.
Para juru warta justru ingin mengetahui kenangan masa sekolah Murray di Kota Dublane, Skotlandia. Saat itu pada 1996, seorang pria bersenjata bernama Thomas Hamilton secara membabi buta membunuhi 16 murid dan seorang guru di sekolah Murray.
Saat kejadian, usia Murray baru menginjak delapan tahun. Sementara abangnya, Jamie, yang juga petenis profesional, berumur 10 tahun. Ia lolos dari tragedi itu setelah bersembunyi di bawah meja kepala sekolah.
"Beberapa saudara dari kawan-kawanku terbunuh. Saya hanya bisa mengenang sebagian dari kenangan di hari itu, seperti suasana dalam kelas musik," tulis Murray dalam otobiografinya, Hitting Back," kisah Murray.
Petenis 25 tahun itu melanjutkan, "Yang aneh adalah kami mengenal Hamilton. Dia sebelumnya ada dalam mobil ibuku. Sungguh aneh mengingat ada pembunuh dalam mobil Anda, duduk berdampingan dengan ibu Anda."
"Itulah mungkin alasan mengapa saya tak ingin melihat lagi ke belakang. Sangat tak nyaman mengingat ada seseorang yang kita kenal dari Boys Club. Kami biasanya pergi bersama ke klub itu dan bermain. Ketika tahu ternyata dia pembunuh adalah hal yang tak bisa diterima akal saya."
Dengan trauma masa kecil seperti itu, tak mengejutkan jika Murray menjadi sosok yang misterius. Saat memulai debutnya di Wimbledon pada 2005 contohnya. Usia 'si muka pucat' Andy Murray saat itu baru menginjak 18 tahun. Di debutnya ia mampu mencapai babak tiga di mana dia memberi kejutan pada petenis Argentina, David Nalbandian sang runner up 2002. Sempat unggul dua set pertama, Nalbandian secara mengejutkan kemudian berbalik kalah lima set berikutnya.
Namun, kini Murray baru saja gagal menjadi pria Inggris pertama yang memenangi Wimbledon sejak 1936. Setelah mengalahkan Jo-Wilfried Tsonga di semifinal Wimbledon untuk menjadi pria Inggris pertama yang mencapai final turnamen ini sejak Bunny Austin pada 1938. (baca: Federer Jawara Wimbledon 2012)
Namun pada akhir kekalahannya Ahad (8/7) malam, hati Murray luluh ketika ia jatuh dalam tangisan usai kalah dari Federer. Ibundanya, Judy dan pacarnya, Kim Sears juga menangis saat 'si muka dingin' Murray meninggalkan Centre Court dengan menyandang predikat pahlawan, walau dia kalah.