REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Tragedi tsunami yang terjadi 2004 silam masih membekas di ingatan Sabilla Yasarah. Melalui bulu tangkis, bocah berusia 11 tahun itu ingin menghilangkan trauma atas bencana maha dahsyat yang meluluh lantakan Nangroe Aceh Darussalam.
Ibunda Sabilla, Inong mengisahkan, anak perempuannya itu pernah hilang selama sembilan jam akibat terseret air bah. Beruntung, Sabilla yang saat itu masih berusia dua tahun ditemukan dalam keadaan bernafas. Sejak kejadian itu, Sabilla hingga kini masih ketakutan bila ada hujan deras disertai angin kencang. "Dia masih trauma," ujar Inong.
Sejak saat itu pula, Inong mencari berbagai cara untuk memberikan terapi kepada anaknya agar bisa melupakan tragedi kelamnya. Olah raga tepuk bulu pun akhirnya menjadi pilihan Inong. Kebetulan, Sabilla yang gemar dengan bulu tangkis meminta didaftarkan ke salah satu klub di Aceh, PB Teukur Umar ketika berusia tujuh tahun. "Dia punya cita-cita jadi pemain bulu tangkis terkenal. Saya sangat mendukungnya," paparnya.
Setelah meraih beragam prestasi di turnamen lokal, Sabilla bertekad untuk terus merajut mimpinya menjadi pebulu tangkis handal di masa depan. Ia kini menjajal kemampuannya dengan mengikuti Audisi Umum Beasiswa PB Djarum yang digelar di Kudus pada 28-30 Juni.
Sabilla menjadi salah satu dari 1.035 anak-anak Indonesia yang mengikuti seleksi. Jauhnya jarak antara Aceh dengan Kudus tak menjadi halangan. "Ini (seleksi) jadi salah satu motivasi saya untuk menghilangkan trauma dia. Saya ingin dia punya kesibukan selain sekolah," ujar Inong.
Bagi Sabilla, ada misi yang lebih besar dari trauma. Yakni menjadi pebulu tangkis Indonesia yang mengharumkan nama bangsa. "Saya ingin menjadi kebanggaan Indonesia. Saya suka bulu tangkis karena merupkan olah raga yang unik," tutur Sabilla.