REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tragis, itulah yang dapat dikatakan melihat babak perempat final turnamen BCA Indonesia Open Super Series Premier 2014 yang akan dilaksanakan hari ini. Pasalnya Indonesia hanya menyisakan tiga orang wakilnya di babak perempat final.
Padahal di babak pertama, para pemain Indonesia cukup perkasa dan meloloskan 15 orang wakilnya ke babak kedua. Rupanya babak kedua, menjadi 'kuburan' bagi para pemain indonesia dengan 12 wakil yang harus mengakui lawan-lawannya.
Parahnya, dua wakil Indonesia di babak perempat final harus terlibat 'perang saudara' yaitu di sektor ganda putra untuk memperebutkan tempat di semifinal. Perang saudara ini antara unggulan 1, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan yang akan melawan Markis Kido/Marcus Gideon Fernaldi.
Sedangkan satu wakil Indonesia lainnya adalah unggulan 2, Tontowi Ahmad/Liliyana 'Butet' Natsir. Dengan hanya menyisakan tiga wakil di babak perempat final, bukan tidak mungkin Indonesia akan puasa gelar karena semakin ketatnya persaingan di sektor ganda.
Hendra/Ahsan diprediksi akan mulus mencapai semifinal. Karena dari dua pertemuan sebelumnya dengan Markis/Marcus, Hendra/Ahsan telah memenangkan pertandingan dengan mudah. Hendra/Ahsan juga diperkirakan akan sampai di final.
Lawan di semifinal pemenang antara pasangan Korea Selatan, Kim Ki Jung/Kim Sa Rang dan Lee Sheng Mu/tsai Chia Hsin dari Cina Taipei. Hendra/Ahsan memiliki rekor yang cukup baik dari kedua pasangan tersebut.
Di final, Hendra/Ahsan bisa saja bertemu dengan musuh bebuyutannya dari Korea Selatan, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong. Hendra/Ahsan kerap dipecundangi pasangan ini. Terakhir Hendra/Ahsan kalah dari Lee/Yoo di babak final Jepang Open Super Series 2014 pada pekan lalu. Rekor pertemuan pun unggul Lee/Yoo dengan 1-4.
Dalam jumpa pers usai pertandingan di Istora Senayan beberapa hari lalu, Lee Yong Dae memang mengakui Hendra/Ahsan merupakan lawan yang sangat berat. Ia harus terus berlatih untuk terus dapat mengalahkan Hendra/Ahsan terutama untuk menjuarai turnamen ini.
Hendra/Ahsan merupakan juara bertahan di Jepang Open dan Indonesia Open. Gelar di Jepang Open sudah lepas dan kini di Indonesia Open pun akan mendapat saingan berat yang sama. Jika gelar di Indonesia Open lepas juga, maka peringkat dunia Hendra/Ahsan akan turun digantikan pasangan Denmark, Mathias Boe/Carsten Mogensen yang saat ini menguntit di peringkat 2 dunia.
Sementara itu, pasangan Towi/Butet juga memiliki rekor yang buruk bermain di turnamen Indonesia Open. Sudah tiga kali pasangan ini gagal menjadi juara di negeri sendiri. Pada Indonesia Open 2011 dan 2012, Towi/Butet kalah di final. Sedangkan di Indonesia Open 2013, Towi/Butet kalah di babak semifinal.
Meski mengusung akan menjadi juara tahun ini, bukannya tanpa ada lawan yang akan mempermudah jalannya. Di babak perempat final, Towi/Butet akan melawan pasangan yang sedang naik dauh dari Inggris yang menjadi unggulan 5, Chris Adcock/Gabrielle Adcock.
Jika menang, kemungkinan Towi/Butet akan melawan unggulan 3 yang juga merupakan salah satu musuh bebuyutannya, Xu Chen/Ma Jin. Jika lolos ke final, paling tidak Towi/Butet tidak akan bertemu dengan unggulan 1, Zhang Nan/Zhao Yunlei karena secara mengejutkan dikalahkan pasangan baru Pelatnas, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Selvanus Geh di babak pertama.
Indonesia yang lagi-lagi ketergantungan prestasi terhadap Hendra/Ahsan dan Towi/Butet, kembali membuat pertanyaan apakah sistem regenerasi di Pelatnas telah gagal. Di saat negara lain berlomba-lomba memunculkan nama-nama baru di dunia bulu tangkis, tapi Indonesia masih terjebak euforia terhadap dua pasangan ini.
Kalau dilihat dari usianya, Hendra dan Butet sudah tidak muda lagi. Hendra sudah berusia 30 tahun dan Butet juga sudah berusia 29 tahun. Masa keemasan Hendra dan Butet kemungkinan hanya bertahan 1-2 tahun ke depan.
Pelatnas yang akan memasangkan Towi dan Ahsan dengan pasangan baru pasti akan membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Di saat jeda itu, seharusnya ada pasangan yang menjadi pelapis kedua pasangan ini untuk tetap berprestasi.
Tapi jika dilihat dari prestasi pelapis Hendra/Ahsan maupun Towi/Butet, masih jauh levelnya. Angga Pratama/Rian Agung Saputro yang diharapkan bisa menjadi pelapis Hendra/Ahsan, permainannya tidak konsisten.
Bahkan pada tahun ini, mereka juga belum meraih prestasi apapun. Di BCA Indonesia Open 2014 ini, Angga/Rian kalah di babak kedua. Pada babak perempat final Thomas Cup 2014 melawan Korea Selatan, Angga/Rian juga kalah sehingga memaksakan untuk memainkan partai kelima di tunggal putra.
Di sektor ganda campuran, lebih tragis lagi. Riky Widianto/Puspita Richi Dili yang diharapkan menjadi pelapis Towi/Butet juga memiliki pretasi yang konsisten dan tidak dianggap sebagai pasangan yang berbahaya. Riky/Richi kalah di babak pertama di BCA Indonesia Open 2014 ini.
Prestasi di sektor ganda campuran malah lebih baik dicetak pasangan non-Pelatnas, Markis Kido/Pia Zebadiah yang saat ini masuk peringkat 10 besar dunia. Di turnamen BCA Indonesia Open 2014, Kido/Pia juga sudah kandas di babak pertama.
Pertanyaannya, mau sampai kapan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) akan ketergantungan terhadap Hendra/Ahsan dan Towi/Butet. Bukan tidak mungkin usai masa keemasan kedua pasangan ini, dunia bulu tangkis Indonesia akan mati suri jika tidak diikuti dengan sistem regenerasi yang baik.