REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Susi Susanti, peraih empat kali juara All England, menilai Indonesia saat ini mengalami kekurangan bibit pemain berbakat pada tunggal putri. Situasi itu tak lepas dari semakin menyusutnya peminat untuk berprestasi di nomor ini.
"Ada yang punya bakat tapi nggak punya kemauan. Sebaliknya yang punya kemauan tidak ada bakat. Mereka juga kurang maksimal dan cepat menyerah," kata Susi di Jakarta, Rabu (10/12).
Sejak era kejayaannya dan Mia Audina selesai, bulutangkis Indonesia seperti semakin sulit mendapat prestasi di nomor tunggal putri. Ia mengatakan inilah tugas besar buat PBSI maupun atlet itu sendiri. Dalam kompetisi, ujar dia, bukan hanya pertandingan yang harus disoroti tapi juga motivasi dalam berlatih adalah hal terpenting.
"Pertandingan itu hanya ujian, tapi latihan kalau semakin sering akan semakin membiasakan diri, itu akan semakin baik saat pertandingan," kata peraih emas Olimpiade Barcelona 1992.
Ia menjelaskan, saat bertanding kemapuan atlet paling tidak akan berkurang sejauh 30 persen. Itu dipengaruhi beban fisik dan mental yang pastinya akan dialami. Melihat itu, kata dia, proporsi latihan harus lebih banyak. Paling tidak seorang atlet harus beralih dua kali lipat dari waktu yang dihabiskan saat bertanding.
Di sinilah mengapa pemain harus bisa jujur dengan diri sendiri. "Minta tambahan dong kalau kita masih kuat, jangan malah menawar waktu latihan," tegasnya.
Sementara dari sisi pelatihan, baik pelatih dan pemain harus punya program yang matang. Analisa terhadap kemampuan lawan harus menjadi pertimbangan metode strategi.
Selain itu, menurutnya penerapan program tidak bisa dipukul rata untuk semua pemain. Itu termasuk keikutsertaan dalam sebuah turnamen, yang harus disesuaikan dengan kelas si atlet.
"Kami programkan berbeda antara Bella dan Linda, mereka sekarang di 30 besar, beberapa bulan ke depan ini kita pantau terus, harus ada peningkatan," katanya yang kini menjadi Staf Ahli Pembinaan dan Prestasi di PBSI.