Sabtu 04 Jun 2016 18:06 WIB

Tak Ada Wakil di Final Jadi Catatan Sejarah Terburuk Indonesia

 Pebulutangkis Tunggal Putra Indonesia Ihsan Maulana Mustofa melakukan selebrasi usai melawan pemain Inggris Rajiv Ouseph dalam Indonesia Open 2016 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (3/6). (Republika/Tahta Aidilla)
Pebulutangkis Tunggal Putra Indonesia Ihsan Maulana Mustofa melakukan selebrasi usai melawan pemain Inggris Rajiv Ouseph dalam Indonesia Open 2016 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (3/6). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Satu-satunya wakil Indonesia di babak semifinal, Ihsan Maulana Mustofa (20 tahun) kalah dalam dua gim langsung melawan pemain unggulan dua dari Malaysia, Lee Chong Wei, 9-21 dan 18-21, Sabtu (4/6). Dengan kekalahan ini, maka Indonesia tidak memiliki wakilnya di babak final turnamen dengan hadiah total 900 ribu dolar AS ini.

Awal gim pertama, Lee langsung melakukan serangan-serangan terhadap daerah pertahanan Ihsan. Seolah kaget, Ihsan belum siap dengan serangan-serangan Lee. Lee pun mudah mendapatkan poin dari serangan-serangannya. Gim pertama dimenangkan Lee dengan 9-21.

Pada gim kedua, Ihsan bermain lebih tenang. Pertahanan Ihsan dalam menghadapi serangan Lee juga lebih baik. Saat tertinggal 1-4 dan 5-7, Ihsan berhasil mencuri tiga gim dari smes tajamnya dan berbalik unggul dengan 8-7. Lee tak membiarkannya dan kembali unggul 9-11 di paruh gim.

Saat kedudukan 12-15, serangan dan pertahanan Ihsan mampu menghasilkan angka. Lee juga beberapa kali melakukan kesalahan sendiri. Ihsan mencuri lima angka beruntun dan berbalik unggul 17-15. Setelah unggul, Ihsan tak mampu konsisten dan malah berbalik melakukan kesalahan sendiri.

Lee meraih empat angka beruntun dan kembali unggul dengan 17-19. Ihsan sempat meraih satu angka lagi. Tapi Lee memastikan kemenangannya dan lolos ke final dengan 18-21 setelah bola pengembalian Ihsan keluar dari daerah pertahanan Lee.

Ihsan pun langsung menghampiri Lee untuk bersalaman di depan net. Mereka juga sempat terlibat perbincangan singkat sebelum menyalami wasit dan hakim servis. Setelah itu, Lee juga sempat kembali menghampiri Ihsan yang sudah berada di tempat tasnya.

Catatan ini menjadi sejarah terburuk Indonesia selama digelarnya turnamen Indonesia Open sejak 1982. Karena Indonesia selalu menempatkan wakilnya di babak final, entah pada akhirnya menjadi juara atau sebagai finalis.

Sejak Indonesia Open 1982 hingga 2006, Indonesia selalu meraih gelar juara di turnamen yang dikenal memiliki hadiah total turnamen paling besar di antara kelas super series premier lainnya.

Bahkan Indonesia terlalu tangguh untuk negara lainnya karena tercatat sebanyak empat kali menyapu bersih semua gelar. Saat itu ada anggapan Indonesia selalu lumrah dan menjadi hal yang ‘biasa’ untuk meraih gelar juara di Indonesia Open.

Pada Indonesia Open 1983, Indonesia menyapu habis semua gelar juara. Saat itu, Christian Hadinata/Ivana Lie menjadi juara di sektor ganda campuran, Ruth Damayanti/Maria Fransisca di ganda putri, Rudy Heryanto/Hariamanto Kartono di ganda putra, Verawati Fajrin di sektor tunggal putri dan Icuk Sugiarto di ganda putra.

Indonesia mengulangi lagi prestasi terbaiknya menyapu bersih semua gelar pada Indonesia Open 1996 dan dipertahankan pada Indonesia Open 1997. Saat itu, Susi Susanti dan pasangan ganda campuran Trikus Heryanto/Minarti Timur menjadi pahlawan karena menjadi juara di dua masa tersebut.

Susi Susanti menjadi salah satu dari tiga pemain Indonesia yang meraih enam gelar juara Indonesia Open yaitu pada Indonesia Open 1989, 1991 dan empat tahun secara beruntun pada Indonesia Open 1994-1997. Dua pemain lain yang meraih enam gelar juara di Indonesia Open adalah Ardy B Wiranata dan Taufik Hidayat.

Sedangkan Trikus Heryanto/Minarti Timur juga mencatat sejarah yang tidak kalah mencengangkan dengan meraih lima gelar juara di sektor ganda campuran secara lima tahun beruntun yaitu pada Indonesia Open 1995-1999. Prestasi yang belum bisa ada yang menyamai hingga saat ini.

Selepas masa kejayaan Susi Susanti dan pasangan Trikus/Minarti, Indonesia kembali mengulangi sejarah dengan menyapu gelar juara di Indonesia Open 2001. Kali ini, Trikus menggandeng Emma Ermawati menjadi juara di ganda campuran, Deyana Lomban/Vita Marissa di ganda putri, Candra Wijaya/Sigit Budiarto di ganda putra, Ellen Angelina di tunggal putri dan Marleve Mainaky di tunggal putra.

Namun setelah itu, penonton Istora Senayan menjadi saksi kemunduran Indonesia di negeri sendiri. Pada Indonesia Open 2003, Indonesia hanya meraih satu gelar juara melalui Taufik Hidayat di tunggal putra.

Prestasi empat kali menyapu bersih semua gelar tiba-tiba sirna pada Indonesia Open 2007 dimana untuk pertama kalinya, wakil Indonesia tak satu pun meraih gelar juara. Cina menjadi juara umum dengan merebut tiga gelar juara dunia di semua nomor ganda.

Indonesia hanya diwakilkan Nova Widiyanto/Liliyana Natsir sebagai unggulan pertama di babak final dan harus kandas di tangan pasangan Cina unggulan lima, Zheng Bo/Gao Ling.

Indonesia sedikit mengobati ‘rasa sakit hati’ kegagalannya dengan meraih dua gelar juara di Indonesia Open 2008 dengan menjadi juara umum dengan tiga gelar juara melalui Sony Dwi Kuncoro di tunggal putra, Maria Kristin Yulianti di tunggal putri dan Vita Marissa/Liliyana Natsir di ganda putri.

Lagi-lagi Indonesia harus ‘puasa gelar’ selama tiga tahun beruntun penyelenggaraan Indonesia Open pada 2009-2011. Namun wakil Indonesia selalu mengisi daftar pemain di babak final. Taufik Hidayat menjadi finalis Indonesia Open 2009 dan 2010. Serta pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir menjadi finalis di Indonesia Open 2011.

Indonesia menutup ‘puasa gelar’ tiga tahun itu dengan menjadi juara di Indonesia Open pada 2012 melalui Simon Santoso di tunggal putra dan pada Indonesia Open 2013 melalui pasangan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di ganda putra.

Dalam tiga tahun terakhir penyelenggaraan Indonesia Open, para penonton Indonesia tampaknya hanya bisa menjadi penonton saat podium gelar juara menjadi milik pemain negara lain. Indonesia Open 2014, di babak final hanya diwakili pasangan Hendra/Ahsan namun gagal menjadi juara dikalahkan pasangan Korea Selatan, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong.

Begitu pun pada Indonesia Open 2015, saat itu pasangan ganda putri Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari menjadi satu-satunya wakil di babak final. Namun Greysia/Nitya gagal menjadi juara untuk pertama kalinya di Indonesia Open ditaklukkan pasangan Cina, Tian Qing/Tang Jinhua.

“Nanti di Indonesia Open tahun depan akan ada kejutan, dengan para veteran ikut bertanding nanti,” seloroh Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Pusat PBSI, Rexy Mainaky di awal jumpa pers usai pertandingan Ihsan, Sabtu (4/6).

Salah satu wartawan menanggapinya dengan menanyakan target para veteran nanti di Indonesia Open 2017. “Kita akan sapu bersih,” ucap Rexy yang disambut gelak tawa para wartawan.

Di Indonesia Open 2016, Indonesia tidak memiliki wakil di babak final untuk pertama kalinya dalam sejarah. Namun di masa suram ini, paling tidak para pemain muda Indonesia menunjukkan eksistensinya.

Tiga pemain muda tunggal putra Indonesia yaitu Jonatan Christie (18 tahun), Anthony Sinisuka Ginting (19 tahun) dan Ihsan Maulana Mustofa (20 tahun) sudah menunjukkan potensinya untuk menjadi pemain masa depan Indonesia.

Jonatan Christie menjadi semifinalis Malaysia Open Super Series Premier 2016. Di Indonesia Open 2016, bahkan Jojo, begitu ia kerap disapa, mengalahkan idolanya yang merupakan pemegang lima kali gelar juara dunia dan dua kali medali emas Olimpiade, Lin Dan di babak kedua. Jojo juga menorehkan prestasi yang sama dengan lolos ke perempat final di Indonesia Open 2015 dan 2016.

Anthony Sinisuka Ginting juga sempat membuat kejutan dengan lolos ke babak perempat final Indonesia Open 2015. Padahal ia dan Jojo saat itu harus berjuang dari babak kualifikasi. Dan kini Ihsan mencatat prestasi terbaiknya dengan lolos ke babak semifinal Indonesia Open 2016.

Dua pasangan muda ganda putri Indonesia juga mencatatkan prestasi yang baik dengan lolos ke babak perempat final Indonesia Open 2016 yaitu Anggia Shitta Awanda/Ni Ketut Mahadewi dan Tiara Rosalia/Rizky Amelia Pradipta yang mengalahkan juara dunia dari Cina, Zhao Yunlei/Tian Qing di babak kedua. Mereka dipersiapkan untuk melapisi pasangan senior Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari.

Dengan deretan para pemain muda ini, semoga akan cepat mengakhiri masa suram prestasi Indonesia sebagai tuan rumah di Indonesia Open selanjutnya…

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement