REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Pusat Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Susy Susanti menyoroti strategi pemain di saat poin-poin kritis selama pertandingan Denmark Open Super Series Premier 2017 pada pekan lalu. Menurut dia, keberanian dan ketenangan pemain menentukan hasil akhir menang atau kalah.
“Pemain kita kalah tenang di saat poin kritis. Karena di saat itu, keberanian menjadi penentuan seorang pemain meraih kemenangan," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (23/10).
Indonesia tak berhasil membawa pulang gelar dari turnamen Denmark Open Super Series Premier 2017. Satu-satunya wakil Indonesia di babak final, yakni pasangan Kevin Sanjaya Sukomuljo/Marcus Fernaldi Gideon, hanya menjadi runner-up.
Pasangan ganda putra ranking satu dunia ini gagal menyabet gelar setelah dikalahkan pasangan juara dunia 2017, Zhang Nan/Liu Cheng, melalui tiga gim permainan dengan skor 16-21, 24-22, 19-21.
Perjalanan pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di Denmark Terbuka berakhir di semifinal. Pasangan juara dunia 2017 ini takluk dari wakil Hong Kong, Tan Chung Man/Tse Ying Suet, dengan skor 16-21, 18-21.
"Yang terbaik memang hasil kita sampai final,” kata Susy.
Susy mengatakan para pemain Indonesia sebenarnya mempersiapkan diri dengan maksimal untuk turnamen tersebut. Dia pun berpendapat menilai, Kevin/Marcus sudah tampil bermain dengan baik di final.
Terbukti dengan hasil kekalahan tipis dengan lawan yang memiliki kekuatan seimbang. Hanya saja, ia mengakui bahwa pasangan ini kurang tampil dengan leluasa karena kendala cedera yang dialami Marcus.
"Secara kondisi fisik, Marcus memang kurang fit, kurang tampil leluasa.Tapi menang atau kalah adalah hasil yang wajar dalam setiap turnamen," kata Susy.
Begitu pula, dia menuturkan, Butet yang memiliki sedikit masalah karena cedera yang sebelumnya mendera Butet sehingga ia tak mampu tampil 100 persen. Selain itu, menurut dia, faktor usia juga memengaruhi permainan Butet.