REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan yang dikeluarkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait agama dinilai semakin membuatnya terperosok. Alih-alih membuat situasi semakin tenang, sikap verbal Ahok dinilai justru blunder dan menjerumuskannya dalam masalah yang semakin kusut.
Usai pernyataannya terkait surah al-Maidah ayat 51 dan KH Ma'ruf Amin, Ahok kembali melontarkan pernyataan kontroversial yakni "Memilih karena agama melawan konstitusi". Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan pernyataan Ahok tersebut menjelaskan beberapa hal.
"Pertama, Ahok begitu panik, berusaha untuk mereduksi pengaruh agama dalam penentuan sikap pada pilkada 15 Februari mendatang. Ahok dengan ngawur membenturkan posisi agama dengan konstitusi yang ada," ujarnya, Senin (13/2).
Kedua, kata dia, lebih spesifik sikap verbal Ahok sangat tendensius terhadap umat Islam dalam menghadapi Pilkada DKI. Menurut Harits, yang dilakukan Ahok tidak lain demi sahwat kekuasaan dirinya. Ketiga, pernyataan Ahok menjelaskan watak asli dirinya sebagai seorang sekuler.
"Ciri nalar dasarnya, agama harus dipisahkan dari urusan politik. Bahkan agama dianggap sebagai racun masyarakat. Bahkan dengan keras berusaha membenturkan agama dengan konstitusi secara ngawur," ujarnya.
Keempat, Harits melihat Ahok bukanlah sosok yang konsisten. Di sisi lain, kata dia, seorang Ahok juga memanfaatkan forum-forum keagamaan seperti istighatsah umat Islam digunakan sebagai ajang kampanye.
Harits mengatakan, publik yang intens mengamati dan mau berpikir dengan nalar dan hati yang bening bisa menilai dengan baik. "Statement Ahok bukan produk nalar sehat sebagai WNI yang beragama," kata dia.