Senin 13 Feb 2017 16:29 WIB

PKS ‎Gunakan Hak Angket 'Ahok Gate'

Rep: Qommarria Rostanti / Red: Ilham
Jazuli Juwaini
Foto: joko sadewo
Jazuli Juwaini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI resmi menggunakan hak angket tentang pengangkatan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai gubernur DKI Jakarta. Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini menilai, pengangkatan tersebut mengundang kontroversi publik karena Ahok berstatus terdakwa. 

Pengangkatan Ahok dinilainya bertentangan dengan undang-undang dan menciderai Indonesia sebagai negara hukum. Selain fraksi PKS, hak angket juga diusung oleh fraksi Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan PAN. Menurut dia, DPR perlu merespons kritik yang meluas di masyarakat atas pengangkatan Ahok tersebut. Cara yang paling tepat dan konstitusional mempertanyakan itu adalah menggunakan hak angket DPR.

"Fraksi PKS bersama Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi PAN resmi menggunakan hak angket agar pemerintah bisa menjelaskan kepada publik tentang landasan hukum pengangkatan kembali saudara Ahok sehingga jelas dan tidak ada kesimpangsiuran," ujar Jazuli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/2).

Selanjutnya, inisiator akan menggalang dukungan anggota DPR lintas fraksi agar hak angket ini dapat segera diproses secara kelembagaan DPR. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak angket diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.

Diketahui, berbagai pihak mulai tokoh masyarakat hingga pakar Hukum Tata Negara menilai pengangkatan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta cacat hukum. Pengangkatan bertentangan dengan Pasal 83 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Jazuli mengatakan, berkenaan dengan itu, status Ahok saat ini adalah terdakwa penistaan agama dengan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu, yang bersangkutan didakwa pasal 156a dan 156 KUHP tentang penodaan agama dengan hukuman penjara lima tahun dan empat tahun.

Dia menyebut, pemberhentian sementara ini juga bukan kali pertama tapi sudah lazim dilakukan sebelumnya, seperti kasus Bupati Bogor, Gubernur Sumatra Utara, Gubernur Banten, Wakil Wali Kota Probolinggo, Bupati Ogan Ilir, Bupati Subang, dan lain-lain. "Semuanya diberhentikan tidak lama setelah yang bersangkutan berstatus sebagai terdakwa. Tanpa harus menunggu dan bergantung pada tuntutan (requisitor) yang diajukan jaksa di persidangan," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement