REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakhrullah mengatakan, pemalsuan 36 KTP elektronik (KTP-el) diduga bukan untuk tujuan kecurangan dalam pilkada serentak 2017. Pemalsuan KTP-el diduga digunakan untuk kejahatan non-pilkada.
"Dari aspek jumlah, pemalsuan ini tergolong kecil. Jika digunakan untuk kecurangan, maka mustahil jika 36 KTP-el palsu bisa digunakan untuk mendongkrak jumlah pemilih. Bandingkan dengan DPT DKI sejumlah lebih dari 7,2 juta orang," ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (13/2).
Zudan melanjutkan, pemilih yang menggunakan KTP-el hanya dilayani pada satu jam terakhir pemungutan suara. Sementara itu, pengamanan yang diberlakukan pada saat itu pun berlapis. Karena itu, pihaknya menduga jika pemalsuan KTP el bertujuan untuk penipuan atau kejahatan lain.
"Misalnya saja, untuk membuka rekening di beberapa bank yang belum bekerja sama dengan dukcapil," ujarnya.
Sebelumnya, Zudan menjelaskan jika data KTP-el yang dipalsukan berasal dari 20 kelurahan di 10 kecamatan yang ada di DKI Jakarta. Berdasarkan penelusuran Kemendagri, dari satu kelurahan hanya ada satu hingga dua data kependudukan yang dipalsukan.
Adapun sebanyak 16 KTP-el palsu datanya dapat dibaca. Dari belasan KTP itu diketahui bahwa data yang ada dalam chip tidak sama dengan data pada fisik KTP-el palsu. Sementara itu, sebanyak 20 KTP-el palsu lainnya tidak dapat dibaca datanya. Zudan menegaskan jika semua data yang tercantum dalam fisik KTP-el palsu tidak sama dengan data yang ada di dalam chip.