REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum Pusat Advokasi Hukum dan HAM (Paham) Indonesia, mendorong DPR menggunakan haknya. Sekjen Paham Indonesia Rozaq Asyhari, mengatakan, hak angket harus digunakan berkaitan pengaktifan kembali Basuki Tjahaja Purnama ataua AHok sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Dalam hal ini, kami melihat Presiden berpotensi melakukan pelanggaran terhadap sumpah jabatannya," kata Rozaq pada Republika.co.id, Senin (13/2).
Sesuai UU Rozaq menjelaskan, salah satu tugas Presiden adalah memberhentikan sementara setiap gubernur yang menjadi terdakwa. Dalam Pasal 83 ayat (3) UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, bahwa Presiden memberhentikan sementara gubernur yang menjadi terdakwa dengan ancaman lebih dari lima tahun.
"Artinya aturan Undang-Undang ini harus dilaksanakan, karena salah satu isi dari sumpah Presiden, akan menjalankan Undang-Undang. Kalau mengabaikannnya, berarti Presiden melanggar sumpah jabatannya,” ujar pengacara publik dari Paham Indonesia itu.
(Baca Juga: Presiden dan Mendagri Langgar UU Jika Aktifkan Ahok Jadi Gubernur)
Rozaq mengatakan, DPR memiliki kewajiban untuk melaksanakan pengawasan. Karenanya dalam kasus pengatifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI, DPR dapat menggunakan hak angket yang dimilikinya. Hal itu tegas Rozaq, sudah diatur sesuai dengan ketentuan Pasal 20A ayat (2) UUD 1945. "Ini perlu dilakukan, karena merupakan persoalan serius, yang berpotensi terjadinya pelanggaran sumpah jabatan," katanya.
Terkait pemberhentian sementara Ahok, UU Pemerintah Daerah tidak memberikan persyaratan khusus mengenai pemberhentian sementara itu. Ketentuan pada pasal 83 ayat (2) sebutnya, menyatakan bahwa pemberhentian tersebut berdasarkan dengan register perkara.
"Artinya, sejak perkara tersebut terdaftar di register Pengadilan Negeri, seharusnya sudah dilakukan pemberhentian. Padahal pada kasus Gubernur Jakarta saat ini sudah sampai pada sidang yang kesepuluh,” katanya.
Lagi pula tambah Rozaq, saat ini ada penilaian seolah Presiden mengistimewakan satu orang, padahal ada lima kepala daerah lainnya yang juga dinonaktifkan ketika menjadi terdakwa. Di antaranya, Rozaq menyebutkan, Wakil Wali Kota Probolinggo HM Suhadak, Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi, Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho, Bupati Bogor Rachmat Yasin, dan juga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
(Baca Juga: Presiden Diminta tak Diskriminatif Soal Jabatan Ahok)