REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan bahwa ia tidak akan mengajarkan dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang membangun sebuah pemerintahan. Termasuk dalam menetapkan berbagai kebijakan, salah satunya mengenai imigrasi.
Kanada nampaknya memiliki kebijakan imigrasi yang berbeda dengan apa yang ini diterapkan oleh Trump di AS. Namun, Trudeau mengatakan hal itu tidak akan memperngaruhi hubungan kedua negara yang merupakan sekutu kuat.
"Kanada tidak akan pernah mengajarkan negara lain tentang pemerintahan, termasuk AS yang merupakan sekutu kuat kami yang pasti tetap ada perbedaan dalam pandangan," ujar Trudeau dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan dengan Trump, dilansir BBC, Selasa (14/2).
Trump memicu kontroversi dengan mengeluarkan kebijakan imigrasi melalui sebuah perintah eksekutif pada 27 Januari lalu. Dalam aturan yang tertulis di sana adalah warga dan pengungsi dari tujuh negara mayoritas Muslim dilarang datang ke AS.
Sebanyak tujuh negara yang terkena larangan imigrasi tersebut adalah Irak, Iran, Suriah, Sudan, Somalia, Libya, dan Yaman. Hal itu menurut Trump dilakukan sebagai upaya untuk mencegah kejahatan terorisme di AS.
Sementara Kanada memiliki pandangan berbeda mengenai kebijakan imigrasi tersebut. Negara yang terletak di utara Amerika itu memilih untuk membuka pintu bagi para pengungsi, khususnya mereka yang datang dari negara-negara konflik seperti Suriah.
"Kanada akan terus menetapkan kebijakan membuka pintu bagi mereka yang melarikan diri dari penganiayaan dan perang tanpa mengorbankan keamanan negara ini," jelas Trudeau.
Ia juga menuturkan bahwa hal itu akan menjadi contoh positif yang patut dicontoh oleh negara lainnya di dunia. Trudeau mendapat banyak pujian dengan menerima hampir 40 ribu pengungsi dari wilayah-wilayah konflik hingga saat ini.