REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDI Perjuangan Arif Wibowo menilai, hak angket 'Ahok Gate' tidak diperlukan. Sebab, persoalan pelantikan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, bisa diselesaikan dengan memanggil pemerintah.
"Enggak ada urgensinya, buat apa hak angket. Soal yang biasa saja, kalau kasus yang menimpa Ahok sudah berlangsung di persidangan. Kalau ada hal yang tidak jelas karena menyangkut pelaksanaan pilkada, maka gampang saja menurut hemat saya DPR bisa memanggil Mendagri, Menkumham, Menkopolkam untuk diminta penjelasan terkait hal itu," ucap Arif, di Jakarta, Selasa (14/2).
Menurutnya, hak angket seharusnya digunakan untuk persoalan yang penting dan strategis. Jika menggunakan hak angket untuk menyoal pelantikan Ahok, Arif mengatakan, hal itu sama saja menurunkan derajat atau kualitas dari penggunaan hak dewan itu sendiri.
"Angket itu hak institusi DPR bukan hak orang perorang. Jadi menurut saya tidak ada urgensinya, lebih baik kita mengundang berbagai pejabat yang kompeten untuk kita mintai penjelasan menyangkut isu yang menarik perhatian kita," ucapnya.
Bahkan, Arif mengusulkan DPR lebih baik memangil lembaga yudikatif seperti Jaksa Agung dan Mahkamah Agung untuk mendapatkan keterangan. Sebab, pasal yang dikenakan terhadap Ahok dalam kasus penodaan agama ada dua, yaitu penggunaan UU 23/2014 pasal yang dituduhkan sebagai tindak pidana dengan KUHP yang di dalamnya mengatur selama-lamanya lima tahun. Sementara yang satunya pidana selama-lamanya empat tahun, sementara UU hanya mengatur dengan batasan tegas bahwa sekurang-kurangnya lima tahun.
Namun, Arif yakin fraksi-fraksi yang tergabung dalam partai pendukung pemerintah tidak akan menyepakati usulan angket tersebut. "Nanti kita lihat saja, silakan saja sejauh mana urgensi penggunaan angket. Di dalam UU sudah diatur //kok, hak angket hanya digunakan untuk urusan-urusan yang saya kira sifatnya sangat strategis dan berkaitan dengan kepentingan nasional secara keseluruhan," jelasnya.