REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Imam masjid agung di kota Bordeaux, Prancis, Tareq Oubrou menyampaikan khutbah Jumatnya menggunakan bahasa Prancis dan bahasa Arab. Khutbah bilingual ini jarang terjadi di masjid Prancis. Sebagian ulama Muslim di Perancis yang berasal dari luar negara menyampaikan khutbahnya dalam bahasa Arab, maka membuat pemuda Muslim Prancis tidak mengerti terkait materi khutbah yang disampaikan.
Menurut Oubrou, cara penyampaian khutbah yang hanya menggunakan bahasa Arab menyebabkan para pemimpin agama tidak mampu menjangkau pemuda Muslim Prancis. Sehingga, para pemuda ini menjadi korban organisasi radikalisme.
“Penafsiran kitab suci Islam sering tidak sinkron dengan zaman modern. Dan saya akan bekerja untuk mengubah itu. Reformasi ini telah berlangsung lama dan saya akan bekerja keras untuk perubahan tersebut,” ujar Oubrou, seperti dilansir npr.org Senin (13/2).
Oubrou menjelaskan, Prancis merupakan rumah bagi penduduk Muslim terbesar di Eropa. Untuk itu, pentingnya menciptakan generasi muslim yang kompatibel dengan nilai-nilai sekuler negara dan memahami kebutuhan muslim modern.
Menurut dia, salah satu alasan adaanya tindakan kekerasan karena beberapa orang menafsirkan zaman saat ini sama dengan abad pertengahan. Untuk itu, sudah seharusnya umat Islam keluar dari konteks peradaban Arab-Muslim kuno dan beradaptasi dengan globalisasi, masyarakat modern, dan sekuler.
Oubrou telah menerima ancaman pembunuhan dari organisasi radikal yang tidak setuju dengan ide yang ia kembangkan. Namun, sejauh ini ia menolak tawaran dari Pemerintah Prancis untuk memberikan perlindungan.
"Semua orang di Prancis merasa terancam oleh teroris. Mengapa saya harus mendapatkan perlindungan?” katanya.
Oubrou datang ke Prancis dari Maroko ketika ia berusia 19 tahun. Awalnya ia mengunjungi Prancis untuk belajar kedokteran. Saat ini ia telah memiliki empat orang anak dan mengaku bangga menjadi warga negara Prancis.