REPUBLIKA.CO.ID, VICTORIA -- Peneliti di negara bagian Victoria (Australia) sedang mengembangkan tes untuk mengidentifikasi pengemudi kendaraan yang mengalami kelelahan, dan mengantuk. Dengan itu, polisi akan bisa mencegah para pengemudi ini melanjutkan perjalanan mereka.
Sejumlah peneliti di Victoria berharap alat yang dinamakan kacamata pintar, yang mampu melacak gerakan mata dan mengukur lamanya kedipan mata, dapat membantu polisi mengidentifikasi pengemudi yang mengantuk dan mencegah kecelakaan yang berkaitan dengan kelelahan.
Profesor Mark Howard, Direktur Layanan Dukungan Pernafasan Masyarakat Victoria di Austin Hospital, mengatakan para peneliti menggunakan alat yang dapat melihat pergerakan kelopak mata untuk mendeteksi dan menilai keparahan rasa kantuk yang dialami oleh seseorang.
Dia mengatakan kemampuan untuk menegakkan peringatan mengemudi telah terhambat oleh ketidakmampuan untuk mengukur rasa kantuk. "Karena kita tidak bisa mengukur rasa kantuk dengan sangat baik, maka kita hanya mengatasi masalah ini di bagian permukaan saja dalam hal mendidik orang tentang risiko itu," kata Profesor Howard.
Pengemudi abaikan tanda-tanda kelelahan
Menurut organisasi pemerhati masalah tidur -'Sleep Health Foundation', satu dari dari warga dewasa di Australia pernah jatuh tertidur saat berkendara dan hampir sepertiga dari mereka mengemudi dalam keadaan mengantuk setidaknya sekali dalam sebulan.
Professor Howard mengatakan banyak pengemudi yang mungkin tidak menyadari betapa lelahnya mereka ketika mengendarai mobil. "Ketika orang-orang mulai mengenali betapa sulitnya menjaga mata mereka tetap terbuka, mereka mungkin akan membuka jendela atau meninggikan volume radio," katanya.
"Itu sebenarnya tanda-tanda kalau anda mulai mengantuk dan mengalami gangguan, tetapi orang-orang cenderung mengabaikan tanda-tanda itu dan tidak mengkaitkan hal itu dengan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan."
Samantha Cockfield, Manajer Senior untuk Keselamatan Kalan pada Komisi Kecelakaan Transportasi Victoria, mengatakan pengemudi di Victoria yang menyadari kelelahan sebagai isu keselamatan di jalan, tapi beberapa masih terus mengemudi saat mereka dalam kondisi lelah.
Dia mengatakan tes ini memperkuat pentingnya mengemudi dalam kondisi tidak terganggu akan sangat meningkatkan keselamatan di jalan. "Kami masih belum benar-benar mampu membongkar masalah seputar kelelahan," katanya.
"Bukan hanya orang-orang yang melakukan perjalanan jarak jauh yang lama di akhir pekan - ini bisa menjadi masalah yang berlangsung setiap hari dalam seminggu ketika kita tidak mendapatkan cukup tidur."
Kelelahan bukan hanya masalah di akhir pekan panjang
Samantha Cockfield mengatakan sementara kelelahan sudah sejak lama diasosiasikan dengan perjalanan panjang, kelompok masyakarat seperti pekerja dengan pergantian waktu dan orang tua juga tetap berisiko [mengalami kecelakaan terkait kelelahan sewaktu mengemudi] bahkan ketika mereka hanya melakukan perjalanan jarak pendek.
"Siapa saja yang bekerja bergantian menjadi proporsi utama pada pekerjaan mereka, ibu muda dengan keluarga yang harus terjaga di tengah malam - benar-benar bisa terjadi pada siapa saja yang tidak mendapat tidur yang berkualitas berisiko mengemudi dalam keadaan lelah," katanya.
Profesor Howard mengatakan kuncinya adalah mengubah perilaku pengemudi dengan cara yang sama dimana teknologi telah digunakan untuk mengubah perilaku terkait dengan alkohol dan narkoba. "Kita tidak pernah memiliki perangkat yang dapat mendeteksi bahkan tingkat rasa kantuk yang parah," katanya. "Kita dapat mengubah perilaku orang dengan mendeteksi perilaku gangguan rasa kantuk yang lebih parah."
Kepolisian Victoria mengatakan para peneliti perlu menindaklanjuti [penciptaan alat ini] dengan riset dengan kepentingan.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.
Diterjemahkan pada pukul 21:00 WIB, 13/2/2017 oleh Iffah Nur Arifah.