Selasa 14 Feb 2017 21:04 WIB

KPK Gali Peran Hakim Lain Terkait Patrialis

Jubir KPK Febri Hendri
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jubir KPK Febri Hendri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali peran hakim konstitusi lain dalam penyidikan kasus dugaan suap kepada hakim MK terkait dengan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

"Sudah ada 4 hakim konstitusi yang dipanggil dan apakah dibutuhkan pemanggilan hakim konstitusi atau Ketua MK dan pegawai MK untuk perkara ini akan dipelajari karena yang akan kami buktikan sesuai dengan sangkaan adalah pemberian hadiah atau janji untuk mempengaruhi hakim dalam putusan uji materi UU 41 tahun 2014," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Selasa (14/2).

KPK akan mendalami rangkaian peristiwa mulai awal permohonan uji materi, komunikasi para tersangka dengan pemohon hingga rapat permusyawaratan hakim (RPH).

"Karena di rapat permusyawaratan hakim diputuskan oleh 9 hakim, jadi didalami satu per satu apakah ada yang janggal dan apa yang diketahui dari para hakim MK dalam proses uji materi itu. Sampai 2 RPH dilakukan sebelum ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 25 Januari lalu," ujarnya.

Sejauh ini KPK sudah memeriksa dua hakim panel I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul yang bersama-sama dengan Patrialis menguji kelayakan permohonan uji materi tersebut sebelum berlanjut di RPH yang dihadiri 9 hakim. KPK pada hari ini juga sudah memeriksa hakim konstitusi Anwar Usman dan Wahiduddin Adams.

"Kalau ada hakim yang mengatakan tidak ada kejanggalan, kita tidak tergantung pada itu tapi harus juga ada kesesuaian dengan alat bukti lain, namun hingga saat ini belum sampai ke kesimpulan apakah hanya satu orang atau ada hakim lain yang terlibat tapi putusan ini diambil oleh 9 orang hakim konstitusi," katanya.

Seusai diperiksa, hakim konstitusi Wahiduddin Adams mengaku bahwa semua hakim memegang draft putusan uji materi tersebut. "(Semua hakim) ikut memutus tentu punya 'draft' itu, diberikan salinan itu," kata Wahiduddin.

Draft itu ditemukan KPK di tangan orang dekat Patrialis, Kamaluddin pada OTT 25 Januari 2017 dan isinya sama dengan putusan uji materi MK yang baru dibacakan pada 7 Februari 2017, padahal draft itu adalah rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan ke pihak luar.

Dalam perkara ini, Patrialis diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement