REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mengadu ke Ombudsman terkait status terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang tidak diberhentikan sebagai Gubernur DKI Jakarta. ACTA menilai, pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri telah memenuhi setidaknya dua unsur maladministrasi, yaitu adanya perilaku atau perbuatan penyelenggara negara yang melawan hukum dan kelalaian atau pengabaian hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
"Kami berharap agar Ombudsman bisa mengambil tindakan-tindakan yang laik serta sesuai dengan UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia untuk mengusut dugaan maladministrasi ini," ujar Wakil ketua ACTA, Muda R Siregar kepada wartawan, Selasa (14/2).
Ia menuturkan, dugaan maladministrasi tersebut dapat dilihat berdasarkan tiga indikasi pengabaian aturan yang dilakukan oleh pemerintah. Indikasi pertama, kata dia, adanya pengabaian ketentuan pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa kepala daerah yang didakwa dengan pidana dengan ancaman lima tahun penjara harus diberhentikan sementara.
"Tapi Ahok yang sudah menjalani persidangan sebagai terdakwa sejak tanggal 13 Desember 2016 hingga saat ini tidak diberhentikan sementara," ucapnya.
Indikasi kedua, kata dia, adanya perlakuan yang tidak sama yang diberikan kepada Ahok dan kepada kepala daerah lain yang mempunyai kasus serupa. "Kita bisa merujuk pada kasus pemberhentian sementara Bupati Ogan llir Ahmad Wazir Noviadi yang juga didakwa dengan dua pasal yang ancamannya lebih dari dan kurang dari lima tahun," kata dia.
Ia menyebut, Ahmad Wazir yang didakwa pasal 112 UU Nomor 35 Tahun 2009 yang ancaman hukumannya 12 tahun dan Pasal 127 UU yang sama yang ancaman hukumannya paling lama empat tahun. Dalam kasus tersebut, Mendagri dengan tegas memberhentikan Ahmad Wazir, bahkan saat masih berstatus tersangka.
Indikasi ketiga, ACTA menduga adanya inkonsistensi alasan terkait tidak diberhentikannya Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta kendati telah berstatus terdakwa. Beragam alasan disampaikan untuk membenarkan tidak diberhentikannya Ahok.
"Antara lain belum diketahuinya nomor register perkara, belum selesainya masa cuti dan belum adanya kejelasan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Alasan-alasan yang berbeda satu sama lain tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat," jelas dia.