REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Jika Anda berpikir menemukan sewa tempat tinggal yang terjangkau di Sydney begitu sulit, cobalah menjadi seorang pengungsi yang meninggalkan harta benda demi mengejar keselamatan.
Sejumlah besar pengungsi Irak dan Suriah tengah berjuang untuk mendapatkan tempat tinggal di Australia. Menurut beberapa organisasi sosial, Pemerintah Federal Australia perlu menyediakan perumahan untuk mengatasi masalah yang signifikan ini. "Kami meninggalkan semuanya. Rumah kami, properti kami, uang kami, kami meninggalkan semuanya dan melarikan diri," ungkap Randa Shakoori, seorang warga Kristen Irak.
Randa, suami dan tiga anak-anaknya melarikan diri dari Qaraqosh, di barat daya Irak, ketika kota itu ditaklukkan oleh kelompok ISIS. Mereka berlima, kini, berbagi satu kamar di apartemen dua kamar milik seorang kerabat di Fairfield, barat daya Sydney.
Meski telah berupaya mengisi beberapa aplikasi sewa sejak menetap di Australia pada bulan Desember 2016, Randa dan keluarganya belum bisa menemukan tempat tinggal. "Kami sangat stres, selalu menangis, sangat sulit berada dalam situasi ini, semua orang di keluarga sangat lelah," keluhnya.
Pasar properti Sydney tak terjangkau
Seperti diungkap ABC pada bulan Januari, wilayah Fairfield kini tengah berjuang untuk memukimkan pengungsi setelah masuknya pendatang baru dalam jumlah besar, terutama dari Irak dan Suriah. Lebih dari 6.000 pengungsi yang merupakan setengah dari jumlah penerima suaka di bawah program kemanusiaan khusus Pemerintah Australia- kini, telah menetap di Fairfield.
Meski demikian, Walikota Fairfield, Frank Carbone, mengatakan pasar properti lokal telah menjadi tak terjangkau dengan permintaan yang melampaui pasokan. "Pada saat ini, kondisinya sungguh menantang bagi semua orang. Anda tak perlu menjadi seorang pengungsi untuk merasa tertantang ketika menyangkut keterjangkauan perumahan. Kita semua tahu betapa sulitnya. Betapa mahalnya sewa tempat tinggal," utara Carbone.
Sewa rata-rata untuk satu unit adalah sekitar 500 dolar AS (atau setara Rp 5 juta) sepekan, tetapi Vince Morizio dari Kamar Dagang Fairfield mengatakan, para penyewa mulai menawarkan insentif tambahan untuk memecahkan pasar.
"Anda akan menemukan beberapa orang tetap kembali dan mengatakan kepada agen 'Begini, sewanya $ 500 sepekan, tapi saya akan membayar 550 dolar AS (atau setara Rp 5,5 juta) atau enam bulan sewa di muka' hanya untuk mencoba mengamankan aplikasi mereka,” jelasnya.
Ia menyambung, "Hal itu membuat harga sewa tak terjangkau bagi siapa saja." Haitham Juju -yang mengelola The Parents Cafe, layanan non-profit untuk para pengungsi di Fairfield – mengatakan, ia tahu sekitar 40 keluarga yang sedang berjuang untuk menemukan tempat tinggal di wilayah tersebut.
"Beberapa keluarga, mereka tak tahan lagi ... mereka tak mengira akan mengalami kesulitan seperti ini, beberapa dari mereka menangis, beberapa dari mereka mengalami perselisihan keluarga ... itu benar-benar membuat mereka frustrasi," tutur Haitham Juju.
Ia mengatakan, Pemerintah Federal Australia perlu menyediakan perumahan yang dialokasikan bagi para pengungsi. "Jika ada kesempatan tambahan untuk akomodasi khusus ... itu akan menjadi sistem yang baik," sebutnya.
Tapi Asisten Menteri Sosial dan Hubungan Multikultural, Zed Seselja, mengatakan, para pengungsi di Fairfield memiliki berbagai pilihan ketika menyangkut tempat tinggal, dan pihaknya tak menyadari satu pun orang yang kesulitan mencari tempat tinggal.
Pendanaaan pemukiman dinilai cukup
Pemerintah Federal Australia berencana untuk menghabiskan lebih dari 630 juta dolar AS (atau setara Rp 6,3 triliun) pada layanan pemukiman selama empat tahun. Zed Seselja mengatakan nilai itu sudah cukup. "Penerimaan pengungsi Suriah dan Irak itu berkelanjutan dan telah dianggarkan. Penerimaan itu dikelola melalui Program Kemanusiaan milik Pemerintah Australia," ujar Zed Seselja.
Patrick Yeung dari penyedia layanan ‘Settlement Services International’ -yang menerima dana dari Pemerintah Federal, mengatakan, organisasinya memiliki "berbagai strategi" untuk memukimkan keluarga pengungsi.
"Kami mengelola portofolio perumahan kami sendiri. Kami memiliki properti yang dimiliki oleh pemilik pribadi dan mereka bersedia menyewakan property mereka untuk kelompok klien kami," jelasnya.
"Dan kemudian, pada saat yang sama, kami memiliki jaringan lokal yang sangat kuat dengan agen real estate sehingga mereka bisa lebih mudah menerima klien kami," imbuhnya.
Tapi bagi Randa, masih banyak yang harus dilakukan. "Kami berharap dari Pemerintah Australia agar ada kesempatan ... untuk membantu para pengungsi. Mereka tiba dengan stres dan trauma sehingga harus dicarikan akomodasi," katanya.
Ia menyambung, "Kami sangat lelah di sini. Dan untuk pendatang baru di masa depan, kami tak ingin mereka memiliki masalah yang sama."
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 16:20 WIB 14/02/2017 oleh Nurina Savitri.