Rabu 15 Feb 2017 20:41 WIB

AS Ketatkan Imigrasi, Penolakan Imigran di Eropa Menguat

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ani Nursalikah
Pengungsi dan imigran berdatangan ke Eropa lewat laut di Pulau Lesbos, Yunani.
Foto: Reuters
Pengungsi dan imigran berdatangan ke Eropa lewat laut di Pulau Lesbos, Yunani.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Saat warga AS berunjuk rasa menentang kebijakan Presiden AS Donald Trump yang melarang warga dari tujuh negara mayoritas Muslim untuk masuk ke AS, gelombangnya juga merambat hingga ke London, Paris, Berlin, dan kota-kota besar di Eropa lainnya. Meski warga Eropa khawatir soal imigran, tapi mereka menolak larangan masuk satu negara.

Namun, dalam survei yang dilakukan Chatam House, warga beberapa negara Eropa menunjukkan reaksi anti-Muslim lebih tinggi dibanding AS. Hal ini membuat para politikus anti-imigran di Polandia, Hungaria, dan beberapa negara Eropa barat lainnya mendapat panggung.

Survei yang melibatkan 10 ribu responden di 10 negara Eropa menunjukkan 55 persen responden setuju migrasi warga negara mayoritas Muslim harus dihentikan. Sementara survei CNN menunjukkan, 47 persen warga AS mendukung kebijakan pelarangan masuk warga negara dari tujuh negara mayoritas Muslim. Dalam survei Ipsos, pendukung kebijakan Trump itu mencapai 49 persen.

"Dari 10 negara, delapan di antaranya meraih mayoritas dukungan untuk menghentikan imigrasi. Selain Polandia, negara yang menolak imigrasi adalah mereka yang terpapar langsung gelombang imigran atau serangan terorisme beberapa tahun belakangan ini," tulis Chatham House seperti dikutip Religion News Service, Selasa (14/2).

Dukungan larangan masuk imigran ini sendiri tak lantas melesatkan pula dukungan ke kubu sayap kanan. Kubu sayap kanan di Belanda, Prancis, dan Jerman justru berharap sukses dalam pemilu tahun ini.

Kebijakan penghentian arus imigrasi juga terbukti didukung masyarakat dari lintas pandangan politik. Tiga perempat pendukung larangan ini berasal dari kubu sayap kanan dan lebih dari sepertiganya berasal dari kubu sayap kiri.

Survei lainnya yang digelar lembaga riset berbasis di Paris, Ipsos, menyebut, jajak pendapat yang dilakukan di Eropa menunjukkan para responden berpikir populasi Muslim lebih tinggi dari faktanya. Celah antara fakta dan ketakutan ini bisa sangat besar.

Di Prancis, responden menduga populasi Muslim di sana mencapai 31 persen. Faktanya, populasi Muslim Prancis hanya 7,5 persen. Pun di Italia dimana para responden menduga populasi Muslim mencapai 20 persen dibanding fakta populasi Muslim Italia hanya 3,7 persen. Estimasi berlebihan serupa juga terlihat di Jerman, Belgia, Swedia, dan Belanda. Sementara di AS, responden menduga populasi Muslim mencapai 17 persen. Sementara faktanya hanya satu persen.

Survei Ipsos juga menunjukkan warga Eropa mengestimasi berlebihan atas pertumbuhan populasi Muslim di sana. Meski penolakan terhadap imigram beririsan dengan pandangan kubu sayap kanan, hasilnya masih harus ditunggu dalam pemilu yang akan digelar beberapa negara Eropa tahun ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement