REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah laporan dari Southern Poverty Law Center (SPLC) menyebutkan, jumlah kelompok sentimen antimuslim AS naik tiga kali lipat pada 2016. Peningkatan ini disebabkan karena keberadaaan Donald Trump sebagai presiden AS.
Menurut data dari Southern Poverty Law Center, terdapat 34 kelompok sentimen antimuslim di AS pada 2015. Dan pada 2016 terdapat 101 kelompok. Angka tersebut naik 197 persen dari tahun sebelumnya.
"Kebencian antimuslim telah berkembang pesat selama lebih dari dua tahun. Hal ini didorong oleh serangan Islam radikal termasuk penyerangan pada klub malam di Orlando. Propaganda yang tidak ada henti-hentinya dan ditambah lagi retorika Donald Trump serta banyak lagi,” ujar perwakilan SPLC, Mark Potok seperti dilansir huffingtonpost.com (15/2).
Potok menjelaskan, kelompok antimuslim menganggap Islam sebagai ideologi politik yang jahat dan bukan merupakan agama. Hal ini terkait banyaknya sanksi-sanksi kekerasan yang sering diberikan. Selain itu, kelompok anti-Muslim juga percaya bahwa umat Islam mencoba untuk mengganti hukum di Amerika dan Eropa dengan hukum syariah.
Pengaruh kelompok kebencian antimuslim ini tampak jelas selama kampanye Trump. Ditambah lagi adanya kebijakan eksekutif Trump yang melarang Muslim dari negara mayoritas Muslim setelah ia resmi menjabat sebagai Presiden AS.
Menurut Potok, dalam politik nasional, kelompok-kelompok anti-Muslim ini memperoleh dana dari organisasi radikal yang ada di negeri. Kelompok menerima jutaan dolar untuk pendanaan dalam beberapa tahun terakhir agar mereka dapat menjajakan ketakutan dan informasi yang salah tentang Islam dan Muslim.