Kamis 16 Feb 2017 15:19 WIB

Ketua Ombudsman: Kasus Ahok Masuk Klasifikasi Memecah Belah NKRI

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ilham
Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Amzulian Rifai. (Republika/ Darmawan)
Foto: Republika/ Darmawan
Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Amzulian Rifai. (Republika/ Darmawan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai menyatakan, perbuatan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu bisa dikategorikan sebagai tindakan yang berpotensi memecah-belah bangsa sebagaimana disebutkan dalam pasal 83 ayat 1 UU 23/2014. Hal ini berkaitan dengan status Ahok yang belum diberhentikan sementara, padahal sudah menjadi terdakwa.

"Sangat berpotensi (memecah-belah bangsa) dong, pendapat saya pribadi ya, bukan institusi, sebagai orang hukum," kata Amzulian usai menerima Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/2).

Menurut Amzulian yang juga seorang profesor hukum tata negara dari Universitas Sriwijaya, alasan Ahok tidak diberhentikan sementara tidak boleh hanya fokus pada ancaman lima tahun penjara. Jika melihat kualifikasi tindak pidana dalam pasal 83 ayat 1 UU  23/2014, tidak hanya ada terorisme, korupsi, tapi juga terdapat tindakan atau perbuatan yang berpotensi untuk memecah-belah NKRI. "Enggak perlu bicara lagi lima tahun. Ini kan cuma fokus pada lima tahunnya, kenapa tidak fokus pada terorisme dan segala macamnya itu," kata dia.

Bunyi pasal 83 ayat 1 UU 23/2014 adalah "Kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia". 

Amzulian mengaku telah menerima sejumlah aduan masyarakat terkait masalah status hukum Ahok yang belum jelas. Laporan tersebut, ujar dia, diterima Ombudsman sehari sebelum pemungutan suara kemarin, Rabu (15/2). "Kemarin sudah masuk satu atau dua (laporan) terkait dengan itu (status Ahok), yang kami tak punya pilihan lain, kecuali menindaklanjuti," kata dia.

Menurut Amzulian, setelah menerima aduan itu, Ombudsman tentu tidak ingin langsung bicara kepada publik. Pihaknya menahan diri untuk berkomentar karena tidak ingin mengganggu ketenangan proses penyelenggaraan Pilkada selama ini. 

"Kita berupaya untuk tidak memengaruhi opini, maka kita tidak bersuara. Kita klarifikasi sesuai kewenangan Ombudsman sehingga tidak masuk dalam wilayah politik, tapi kita adalah (untuk menggali) apakah ada maladministrasi di situ misalnya," ujar dia.

Amzulian mengatakan, Kemendagri perlu segera mengambil sikap dalam persoalan Ahok tersebut. "Ada ketegasan lah dari pemerintah terkait status itu. Apa sih sikap pastinya. Kita akan mengawasi dan berkoordinasi juga," kata dia. "Tapi sekali lagi, ini kan suatu perdebatan yang saya yakin tentu Mendagri juga secara bijaksana akan melihat masukan-masukan, aspek-aspek tak hanya yuridis, justru Bapak Mendagri hadir di sini sangat responsif," ujar dia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement